Sukses

Dewan Pakar TKN: Wisata Halal Bukan Bentuk Islamisasi Destinasi, tapi Layanan Pilihan

Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo Gibran Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Taufan Rahmadi menyoroti penyataan Cak Imin soal wisata halal saat Silaturrohim Nasional Alumni Pondok Pesantren Terpadu Al-Yasini di Pasuruan, Jawa Timur pada Minggu (14/1/2024).

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo Gibran Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Taufan Rahmadi menyoroti penyataan Cak Imin soal wisata halal saat Silaturrohim Nasional Alumni Pondok Pesantren Terpadu Al-Yasini di Pasuruan, Jawa Timur, pada Minggu (14/1/2024).

Pada kesempatan tersebut, cawapres nomor urut satu itu berjanji akan mengembangkan wisata halal. Cawapres Paslon 1 ini juga menjanjikan tidak akan ada lagi "wisata haram" di Indonesia.

"Mboten wonten malih (tidak ada lagi) wisata haram, wisata yang berbagai hal yang menghambat kekuatan ekonomi umat Islam dunia. Insya Allah Amin memang, Indonesia akan menjadi pusat budaya Islam terbesar terbanyak di dunia," ungkap Cak Imin.

Taufan yang juga pegiat pariwisata ini menyatakan, pernyataan Cak Imin berpotensi meresahkan para insan pariwisata Indonesia. Sebab, wisata halal bukanlah bentuk islamisasi destinasi.

"Konsep wisata halal itu berkaitan dengan gaya hidup dan extended services yang diberikan kepada wisatawan, baik muslim ataupun nonmuslim yang memang mengkehendaki layanan halal pada saat berlibur di destinasi," ujarnya, Senin (15/1/2024).

Wisata halal tidak akan membunuh wisata konvensional yang sudah ada selama ini. Justru dengan konsep itu, pengelola destinasi dapat memberikan pilihan kepada wisatawan untuk memilih layanan berwisata sesuai kebutuhan.

"Misalnya jika wisatawan menghendaki layanan makanan-minuman halal ataupun nonhalal, mereka bisa memilih hotel dan restoran yang menyajikan jenis makanan tersebut," jelasnya.

Menurut dia, Cak Imin seharusnya tidak terjebak pemahaman sempit dan menyampaikan hal-hal yang melenceng dari konsep wisata halal yang sebenarnya. Contoh layanan halal itu antara lain, penyediaan perlengkapan salat, memberikan penunjuk arah kiblat di kamar hotel, restoran yang menyajikan makanan halal, maupun kemudahan mengakses tempat ibadah.

"Sekali lagi, wisata Halal bukanlah islamisasi destinasi dan merupakan layanan pilihan. Penerapannya tidak bisa dan tidak boleh dipaksakan. Terlebih dalam konteks pariwisata Indonesia yang juga terbuka melayani aneka ragam kebutuhan wisatawan mancanegara, tentunya dalam batas-batas yang tidak melanggar hukum," papar Taufan Rahmadi.

2 dari 2 halaman

Indonesia Tidak Kalah dari Malaysia

Taufan juga menyoroti pernyataan Cak Imin yang menyebut wisata halal Indonesia kalah dari Malaysia. Menurut dia, pernyataan ini jelas tidak benar.

Pada era pemerintahan Jokowi, sektor pariwisata Indonesia telah berhasil meraih prestasi dunia terkait wisata halal, dengan mengalahkan negara-negara besar yang selama ini dikenal sebagai legenda wisata halal, termasuk Malaysia.

Setidaknya terdapat dua peristiwa penting terkait prestasi Wisata Halal Indonesia di kancah dunia. Pertama, pada 2015 Indonesia yang diwakili oleh Lombok, berhasil meraih dua penghargaan dunia sekaligus yaitu: World Best Halal Tourism Destination dan World Best Halal Honeymoon Destination dari World Halal Travel Awards Abudhabi UAE.

Kedua, pada 2023 Indonesia meraih peringkat pertama dalam Global Muslim Travel Index 2023 (GMTI) dari 138 negara destinasi pariwisata yang dinilai.

Capaian ini bahkan lebih cepat dari target yang ditetapkan, yaitu pada 2025. Dalam GMTI 2023 itu, Indonesia dan Malaysia sama-sama meraih Skor 73, lalu dilanjutkan Arab Saudi 72, UAE 71 dan Turki 70 poin.