Liputan6.com, Jakarta Pemberlakuan kebijakan pelarangan terhadap angkutan logistik pada setiap momen Lebaran dan Nataru semestinya harus berdasarkan analisa yang mendalam. Artinya, keputusannya tidak hanya memperhitungkan faktor-faktor untuk kepentingan para pemudik semata, tapi juga kepentingan ekonomi secara nasional.
“Semua faktor-faktor itu harus dipertimbangkan. Jadi, kalau cuma memikirkan untuk mudik, yang diuntungkan mungkin hanya sekian persen masyarakat saja. Tapi, kalau memikirkan ekonomi secara nasional yang diuntungkan adalah masyarakat banyak,” ujar Ade Surya, Pakar dan Dosen Transportasi serta Kepala Lembaga Pengembangan Transportasi dan Logistik Institut Transportasi dan Logistik Trisakti, Selasa (31/1/2024).
Baca Juga
Dia pun mengusulkan diterapkannya sistem kanalisasi sebagai solusinya. Jadi, tidak dengan melakukan pelarangan-pelarangan terhadap beroperasinya angkutan logistik seperti yang dilakukan pada setiap momen-momen Lebaran dan Nataru. Artinya, angkutan barang itu mengikuti rute-rute yang sudah diatur pada momen-momen tertentu oleh pemerintah.
Advertisement
"Jadi, pemerintah jauh-jauh hari sebelum hari H, sudah membuat riset dan panduan jalur-jalur mana saja yang bisa dilewati angkutan logistik. Jadi, angkutan logistik itu tinggal mengikuti rute-rute tersebut. Jadi, tidak perlu melakukan pelarangan yang hanya merugikan perekonomian kita,” ungkapnya.
Dia mengutarakan dengan adanya pelarangan yang dilakukan terhadap angkutan logistik itu, kerugian dari para eksportir misalnya dari Cikarang saja, itu nilainya sudah mencapai triliunan rupiah.
Padahal, kalau pemerintah benar-benar melakukan riset, jalan-jalan arteri bisa digunakan untuk dilalui angkutan logistik saat momen-momen Lebaran dan Nataru. Malah, kalau ada jalan tol yang memang bisa dilalui sebagai alternatif juga bisa digunakan.
“Tol itu kan problematikanya lebih banyak di Jawa. Nah, di Jabodetabek yang sudah punya alternatif untuk jalan tol, ini menurut saya sudah saatnya dirancang atau didesain ulang skenario untuk kanalisasi,” tukasnya.
Jadi, katanya, untuk angkutan barang itu harus ada jalur-jalur tertentu yang bisa dilewati saat momen Lebaran dan Nataru dan tidak malah diberlakukan pelarangan. Apalagi sekarang, menurut Ade, jalan tol ini sudah mulai banyak yang dibangun.
“Itu harus difungsikan sebagai alternatif untuk bisa menjadi jalan keluar. Misalnya jalan tol ke Tanjung Priok dari arah Cikarang, kan bisa menggunakan tol baru yang dari Cilincing yang saat ini memang sangat sepi. Padahal, menurut tujuan investasi, Cilincing ini memang untuk angkutan barang,” katanya.
Khawatirkan Investor Beralih
Dia juga melihat bahwa kesalahan pengaturan bagi transportasi mudik itu adalah masyarakat yang kebanyakan menggunakan mobil pribadi.
“Nah, itu yang jadi problem. Padahal, jalan itu dasarnya dibangun untuk angkutan logistik. Sedangkan pada saat Lebaran dan Nataru masyarakat sudah terbiasa untuk mudik pakai mobil pribadi. Padahal kan sudah ada upaya pengendalian dengan memfasilitasi pemudik menggunakan bus atau kereta. Itu sebenarnya yang diperbanyak,” ucapnya.
Jika pelarangan-pelarangan terhadap angkutan logistik ini dilakukan tanpa melakukan riset terlebih dulu, tapi hanya meng-copy paste saja peraturan sebelumnya, Ade khawatir akan banyak investor-investor yang akan meninggalkan Indonesia dan beralih ke negara lain.
"Kalau industri itu tidak kita permudah tapi malah dipersulit dengan memberlakukan kebijakan pelarangan seperti ini, mereka bisa hengkang dari negara kita dan itu bisa menghambat perekonomian kita,” tukasnya.
“Jadi, kebijakan itu sebaiknya bukan hanya meng-copy paste saja peraturan sebelumnya. Tapi, kita di dalam mengatur kebijakan itu harus ada improvement, harus ada perbaikan,” ujarnya.
Advertisement