Sukses

Kenapa Tradisi Ramadan Banyak Melibatkan Makanan? Begini Penjelasan Antropoplog Unair

Bulan Ramadan identik dengan sejumlah tradisi yang dilakukan di sejumlah daerah di Indonesia. Seperti Meugang di Aceh, Malamang di Sumatera Barat, Munggahan di Jawa Tengah, serta Megengan di Jawa Timur. Dalam pelaksanaannya tradisi ini melibatkan sejumlah makanan.

Liputan6.com, Surabaya - Bulan Ramadan identik dengan sejumlah tradisi yang dilakukan di sejumlah daerah di Indonesia. Seperti Meugang di Aceh, Malamang di Sumatera Barat, Munggahan di Jawa Tengah, serta Megengan di Jawa Timur. Dalam pelaksanaannya tradisi ini melibatkan sejumlah makanan.

Antropolog Unair Surabaya Djoko Adi Prasetyo menyatakan, ada nilai-nilai mulia dalam tradisi yang melibatkan makanan. Ia mencontohkan kue apem pada tradisi Megengang yang memiliki nilai permohonan maaf.

"Adanya saling mengeratkan tali persaudaraan, permohonan maaf baik itu kepada tetangga atau kepada sanak saudara yg selama ini sangat jarang berinteraksi sosial secara luring karena kesibukannya. Juga terkandung nilai berbagi rezeki berupa makanan kue apem, yang memiliki makna permintaan maaf,” ujarnya, Sabtu (16/3/2024).

Banyak tradisi bulan Ramadan berangkat dari rasa syukur akan datangnya bulan mulia itu. Sebagai bentuk syukurnya, diwujudkan ke dalam pesta makan. Seperti Meugang di Aceh yang menggunakan daging hingga Malamang di Sumatera Barat yang menggunakan makanan lemang.

Megengan, tradisi khas Jawa Timur, menurut Djoko memiliki tujuan untuk mendoakan anggota keluarga atau nenek moyang yang sudah meninggal. Selain juga sebagai bentuk rasa syukur dengan selamatan, Megengan juga sebagai bentuk permohonan agar dikuatkan lahir batin ketika berpuasa.

“Megengan diambil dari kata megeng yang artinya menahan. Makna tradisi ini sendiri ialah menahan segala hal yang dapat membatalkan puasa seperti makan dan minum. Megengan artinya juga keselamatan agar tetap terjaga selama menghadapi bulan Ramadan,” jelasnya.

2 dari 2 halaman

Agama dan Budaya Berjalan Saling Mempengaruhi

Lebih lanjut, melihat secara antropologis, kebudayaan dapat berkembang dengan dipengaruhi oleh agama. Agama adalah sesuatu yang universal, final, abadi, dan tidak dapat berubah.

Oleh karena itu, agama yang dianut oleh masyarakat akan menciptakan kebiasaan-kebiasaan baru di dalam masyarakat hingga kebiasaan tersebut menjadi sebuah tradisi.

“Agama dan budaya berjalan saling mempengaruhi karena memiliki simbol dan nilai, namun agama dan budaya harus tetap dibedakan,” jelasnya

Menurutnya, agama merupakan simbol nilai ketaatan manusia kepada tuhan. Sedangkan budaya merupakan simbol nilai dan norma dalam kehidupan manusia dan masyarakat.