Sukses

Pertama di Indonesia, ITS Surabaya Ciptakan Drone yang Bisa Deteksi Kualitas Udara

Alat inovatif ini telah ditanami sensor BVD-Sniffing untuk mendeteksi tujuh jenis polutan udara, seperti CO2, CO, NO2, NO, SO2, PM2.5, dan PM10.

Liputan6.com, Surabaya - Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya berhasil menciptakan Drone Sniffing, yaitu drone yang mampu mendeteksi emisi gas rumah kaca di udara.

Drone Sniffing merupakan alat inovatis pertama di Indonesia yang diciptakan ITS Surabaya bekerja sama dengan Beehive Drones dan Biro Klasifikasi Indonesia (BKI).

Drone yang dilengkapi dengan berbagai fitur canggih dapat diakses secara real time untuk meningkatkan keakuratan dan fungsionalitasnya itu diluncurkan secara resmi di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Selasa.

"Drone sniffing dengan seri BVD-M16A ini merupakan Pesawat Udara Tanpa Awak (PUTA) multiguna yang memiliki fungsi utama untuk mendeteksi emisi gas rumah kaca di udara," kata Ketua Tim Riset Kedaireka ITS Ir Tri Achmadi Ph.D di Surabaya, Selasa (28/5/2024).

Alat inovatif ini telah ditanami sensor BVD-Sniffing untuk mendeteksi tujuh jenis polutan udara, seperti CO2, CO, NO2, NO, SO2, PM2.5, dan PM10.

Polutan tersebut dapat dideteksi dan diukur kadar dan jenisnya secara real time, melalui sensor- sensor pendekatan.

Fungsi ini dapat membantu BKI serta Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) sebagai pengguna untuk menjalankan fungsi pelabuhan dan standarisasi kapal. Data tersebut juga dapat digunakan untuk menekan angka gas emisi udara di Indonesia.

Menurut Tri, drone sniffing ini juga berfungsi sebagai alat surveillance (pengawas). Dilengkapinya BVD-M16A dengan kamera thermal dan kamera RGB memudahkan kegiatan surveillance di wilayah perairan.

Selain itu, radar Light Detection And Ranging (LiDAR) pada Drone Sniffing memungkinkan mengukur kedalaman suatu objek dan menghindarkan alat dari objek-objek lain yang tidak diinginkan.

"Fitur-fitur ini menjadikan drone BVD-M16A efektif untuk menjangkau area yang sulit dan melakukan pemantauan," ungkap Manajer Pusat Inovasi Kemaritiman ITS ini.

 

 

2 dari 3 halaman

Jangkauan hingga 20 Kilometer

 

Drone sniffing yang dilengkapi dengan floater system tersebut cocok untuk dioperasikan di wilayah perairan seperti pelabuhan dan pantai. Dengan jangkauan hingga 20 kilometer, drone ini juga dapat digunakan di perairan lepas.

Gelombang laut yang bergejolak tidak menghalangi drone untuk take off dan landing pada permukaan laut. Bahan yang digunakan telah dipertimbangkan dengan matang sehingga drone tetap stabil.

Menggunakan dashboard berbasis Internet of Things (IoT), semua informasi dari drone sniffing dapat diakses melalui laman putaradar.id secara real time.

Dashboard ini mengandung berbagai sumber informasi mengenai jenis dan kadar emisi, tipe kapal, hingga nama dari pelabuhan.

Dashboard juga dilengkapi dengan indikator ambang batas emisi per kapal sehingga memungkinkan pengguna untuk menentukan kelayakan suatu kapal.

 

3 dari 3 halaman

Fitur Dapat Disesuaikan Sesuai Jenis Pengguna

Fitur dalam dashboard akan disesuaikan dengan jenis pengguna. Contohnya pada KSOP, pengguna dapat melihat data cek emisi harian, data hasil emisi per kapal, bukti hasil penciuman emisi, dan data-data yang dimiliki oleh pilot di lapangan.

Setelah dilakukan tiga uji yakni sniffing, surveillance, dan floater system, maka drone sniffing ini terlihat mampu menyelesaikan semuanya dengan lancar. Hal itu memberikan bukti bahwa alat inovatif tersebut sudah layak untuk dikomersialisasikan dan digunakan secara produktif di masyarakat.

Drone sniffing tersebut bekerja dengan menghisap emisi gas buang dari kapal atau area dermaga, kemudian menangkapnya dalam sensor emisi BVD-Sniffing.

Sensor ini mendeteksi setiap partikel yang telah dihisap menggunakan polutant sensor di dalamnya. Data dari sensor tersebut diolah oleh perangkat lunak dan diunggah ke cloud, sehingga hasilnya dapat dilihat melalui dashboard.