Sukses

Ketua KPU soal Putusan MA: No Comment Dulu, Saya Belum Komentar

Sebagai informasi, MA mengabulkan permohonan uji materiil Partai Garda Republik Indonesia (Partai Garuda) terkait aturan batas minimal usia calon kepala daerah.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari enggan mengomentari putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan gugatan batas minimal usia calon kepala daerah pada Pilkada 2024.

"Saya no comment dulu, saya belum komentar," ujar Hasyim, di Kantor KPU RI Jakarta, Senin 3 Juni 2024, dikutip dari Antara.

Sebelumnya, Anggota KPU RI Idham Holik menyatakan, pihaknya akan menggelar rapat internal setelah terbitnya Putusan Mahkamah Agung (MA). Putusan itu telah diunggah di laman MA dengan Nomor 23 P/HUM/2024 dengan status berkekuatan hukum tetap.

"Ya, KPU akan mengkaji dan merapatkannya," kata Anggota KPU RI Idham Holik saat dihubungi dari Jakarta, Senin.

Idham mengatakan bahwa dirinya telah melaporkan putusan MA itu ke Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari. Pasalnya, putusan MA memiliki kekuatan hukum yang final dan mengikat.

"Dan sepertinya akan dilakukan pembahasan di internal, dan sebagaimana kewajiban etis, KPU akan berkomunikasi dan berkonsultasi dengan pembentuk undang-undang," ujarnya.

Sebagai informasi, MA mengabulkan permohonan uji materiil Partai Garda Republik Indonesia (Partai Garuda) terkait aturan batas minimal usia calon kepala daerah.

Keputusan itu tertuang dalam Putusan Nomor 23 P/HUM/2024 yang diputuskan oleh Majelis Hakim MA pada Rabu, 29 Mei 2024.

"Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon Partai Garda Republik Indonesia (Partai Garuda)," demikian bunyi putusan sebagaimana yang dilansir dari laman resmi MA di Jakarta, Kamis.

Dalam putusan tersebut, MA menyatakan bahwa Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan KPU RI (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020 tentang pencalonan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan/atau wali kota dan wakil wali kota bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016.

2 dari 3 halaman

Pendapat MA

MA pun menyatakan bahwa pasal dalam peraturan KPU tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum sepanjang tidak dimaknai “...berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota terhitung sejak pasangan calon terpilih”.

Diketahui, pasal itu berbunyi bahwa Warga Negara Indonesia (WNI) dapat menjadi calon gubernur dan wakil gubernur dengan memenuhi persyaratan berusia paling rendah 30 tahun terhitung sejak penetapan pasangan calon. Dengan dikabulkan-nya permohonan Partai Garuda maka terdapat perubahan pada syarat batas minimal usia dan titik penghitungan usia calon.

Dalam pertimbangannya, MA berpendapat bahwa penghitungan usia bagi calon penyelenggara negara, termasuk calon kepala daerah harus dihitung sejak tanggal pelantikannya atau sesaat setelah berakhirnya status calon tersebut sebagai calon, baik sebagai calon pendaftar, pasangan calon maupun calon terpilih.

3 dari 3 halaman

Ada Potensi Kerugian Warga Negara

Menurut lembaga peradilan tersebut, apabila titik penghitungan usia calon kepala daerah dibatasi hanya pada saat penetapan pasangan calon, maka ada potensi kerugian bagi warga negara atau partai politik yang tidak dapat mencalonkan diri atau mengusung calon kepala daerah yang baru akan mencapai usia 30 tahun bagi gubernur/wakil gubernur dan 25 tahun bagi bupati/wakil bupati ketika telah melewati tahapan penetapan pasangan calon.

Selain itu, MA juga berpendapat bahwa adressat UU Nomor 10 Tahun 2016 tidak hanya ditujukan untuk KPU selaku penyelenggara pemilu, tetapi juga kepada seluruh warga negara yang berhak mencalonkan dan dicalonkan.