Sukses

Masalah Disabilitas di Kota Malang, Minim Infrastruktur Pendukung sampai Beda Data

Paguyuban menilai Pemerintah Kota Malang belum menangani masalah penyandang disabilitas dengan baik

Liputan6.com, Malang - Penyandang disabilitas di Malang dan berbagai daerah lain umumnya masih menghadapi banyak tantangan. Mulai dari minimnya akses sosial, kesehatan dan pendidikan sampai data yang tidak sinkron.

Koordinator Paguyuban Orang Tua Disabilitas Cemorokandang, Kota Malang, Muhammad Ridwan, mengatakan masih banyak masalah penyandang disabilitas yang tidak ditangani pemerintah secara serius.

"Kita kekurangan infrastruktur agar mendukung disabilitas lebih berdaya," kata Ridwan, Jumat, 5 Juli 2024.

Menurut dia, banyak Sekolah Luar Biasa (SLB) maupun Balai Latihan Kerja (BLK) kekurangan fasilitas pendukung. Jumlah tenaga pendidik pun belum memadai. Belum lagi stigma yang masih kuat dilekatkan masyarakat ke difabel.

"Pemerintah kurang serius, masih banyak disabilitas yang terabaikan," ujar Ridwan.

Ridwan dan puluhan orang tua penyandang disabilitas hadir dalam acara Summit Autism yang digelar di kantor Dinas Sosial Kota Malang. Sebagian di antara mereka maupun lembaga pendamping yang hadir turut menyampaikan aspirasinya dalam forum itu.

Dinas Sosial (Dinsos) dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) dalam forum itu tak memungkiri ada sejumlah persoalan. Salah satunya perbedaan data jumlah penyandang disabilitas di Kota Malang.

Dinsos menyebut ada 3.224 penyandang disabilitas di Kota Malang. Terdiri dari 575 disabilitas sensorik, 661 disabilitas intelektual, 1.474 disabilitas fisik dan 514 disabilitas mental. Sebaliknya, data yang tercatat di Dispendukcapil di bawah itu.

Kepala Dinsos Kota Malang, Donny Sandito, mengatakan salah satu program utama mereka adalah memperbaiki Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) agar penyaluran bantuan tepat sasaran.

"Dispendukcapil kan tadi menyebut ada disabilitas yang tidak masuk data mereka," kata dia.

Penyebabnya, dia menduga banyak orang tua maupun pihak keluarga penyandang disabilitas di Malang sengaja tidak melaporkan kondisi anak maupun anggota keluarganya saat rekam e-KTP. Dinsos, lanjut dia, berusaha membantu menangani masalah tersebut.

"Tidak perlu ditutup-tutupi agar kami bisa lebih baik menangani penyandang disabilitas," ucap Donny.

2 dari 2 halaman

Program untuk DIsabilitas

Donny Sandito mengatakan, lewat kegiatan Summit Autism diharapkan orang tua bisa saling berbagi pengalaman. Termasuk mencari solusi bersama dari setiap masalah. Misalnya keluhan bagaimana kedudukan pengidap autisme saat dewasa nanti.

“Keluarga ingin ada kemandirian. Kami bekerjasama dengan sejumlah BLK dan SMK memberikan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan nonteknis mereka,” ujar dia.

Termasuk program penyaluran bantuan dari Kementerian Sosial maupun Pemprov Jawa Timur. Ada asesmen dari petugas, dan bila dianggap mampu dari segi keterampilan maka bantuan itu akan diberikan.

Kepala Dispendukcapil Kota Malang, Dahliana Lusi Ratnasari, menyebut banyak orang tua yang tak mengisi data dengan benar saat perekaman e-KTP seperti melaporkan kondisi anaknya. Hal itu membuat ada perbedaan data jumlah penyandang disabilitas.

"Saya tak hafal datanya, tapi ada perbedaan dengan data Dinsos. Padahal itu hak sipil yang seharusnya dipenuhi. Kami imbau para orang tua tak perlu menutupi," ucap dia.

Karena tak terekam datanya, sambung dia, malah merugikan mereka sendiri. Sebab penyandang disabilitas tak mendapat bantuan dari pemerintah, termasuk layanan akses kesehatan dan layanan lainnya yang jadi tanggungjawab negara.

"Data dasar yang seharusnya ada di Dispendukcapil, ini jadi pekerjaan rumah kami untuk membetulkan datanya, " kata Lusi.

Menurut dia, masyarakat tak perlu ragu melapor ke RT/RW dan kelurahan bila anggota keluarganya penyandang disabilitas. Dispendukcapil siap menjemput ke rumah warga untuk pelayanan administrasi kependudukan dan menjamin kerahasiaan data.