Liputan6.com, Jakarta - Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak meminta TNI diperbolehkan berbisnis, karena saat ini banyak anggota TNI yang membutuhkan pendapatan sampingan dengan menjadi ojek online (Ojol).
Selama tidak mengganggu pekerjaan utamanya sebagai prajurit, Maruli menyarankan hal itu tidak dilarang karena saat ini kebutuhan ekonomi para prajurit TNIÂ tidak sedikit, salah satunya kebutuhan biaya pendidikan bagi anak-anaknya.
"Ya sudahlah, yang penting hadir (bertugas TNI), kerja baik. Dua tiga jam ngojek kan lumayan," kata Maruli, Senin 22 Juli 2024, dikutip dari Antara.
Advertisement
Namun, anggota-anggota yang berbisnis tersebut harus tetap mengikuti apel pagi dan apel petang. Jika tidak maka atasannya akan memarahi yang bersangkutan.
"Ada apel pagi kita, silakan lihat. Satu orang hilang saja ketahuan itu, nggak mungkin izin ngojek," katanya.
Saat ini DPR RI dan pemerintah sedang menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang TNI.
Mengenai usulan TNI boleh berbisnis, menurut Maruli, harus dibahas soal poin-poin pembatasan dalam hal berbisnis tersebut. Namun, jika nantinya dalam undang-undang tetap tidak diperbolehkan, Maruli memastikan TNI AD bakal mematuhi aturan tersebut.
Selain itu, KSAD juga memastikan institusinya tidak akan menoleransi jika ada anggota TNI yang berbisnis ilegal.
"Kalau bisa dibikin koridor ya, kita kerjakan. Kalau memang UU-nya mengatakan tidak boleh ya sudah tidak usah berbisnis," kata Maruli.
Moeldoko Menolak TNI Berbisnis
Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) yang juga mantan Panglima TNI M oeldoko menyatakan, pihaknya tidak setuju anggota TNI menjalankan bisnis karena TNI harus bersikap profesional dalam pekerjaannya.
Dia menilai anggota TNI tidak boleh bergeser dari bidang pekerjaannya untuk beralih menjalankan bisnis.
"Saya secara pribadi tidak setuju TNI boleh bisnis. La nanti gimana urusan kerjaannya? TNI profesional. Jangan bergeser dari itu. Enggak ada lagi yang bergeser dari itu," kata Moeldoko saat memberikan keterangan pers di Gedung Bina Graha, Kantor Staf Presiden Jakarta, Senin.
Moeldoko menjelaskan bahwa sebelumnya TNI memang memiliki lembaga yayasan.
Lembaga yayasan tersebut, kata Moeldoko, cenderung sebagai media berbisnis. Namun, saat ini sudah tidak ada lagi lembaga yayasan di TNI.
"Kalau dahulu, TNI memiliki yayasan. Akhirnya lembaga-lembaga yayasan yang cenderung untuk alat bisnis sudah tidak ada lagi di TNI," kata Moeldoko.
Advertisement
Usulan Masih Dibahas
Kementerian Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) sedang membahas usul menghapus pasal yang melarang personel TNI untuk menjalankan bisnis dalam UU TNI Nomor 34 Tahun 2004.
Menteri koordinator politik hukum dan keamanan Marsekal TNI (Purn) Hadi Tjahjanto ketika ditemui di Jakarta Utara, Rabu, menjelaskan pembahasan itu dilakukan jajaran Kemenko Polhukam dalam rangka Daftar Intervensi Masalah (DIM) RUU TNI.
"Ya ini kan masih dalam proses ya, kita utamanya untuk TNI adalah Pasal 47 dan 53, namun terkait dengan kegiatan bisnis, ini masih terus dalam pembahasan," kata Hadi Rabu 17 Juli 2024.
Untuk diketahui, dua pasal yang disebut Hadi yakni soal perpanjangan masa jabatan dan penempatan personel TNI di jabatan publik.
Menurut Hadi, seluruh pihak berhak memberikan masukan kepadanya demi memastikan RUU TNI tepat untuk kebutuhan masyarakat.
Pihak dari unsur TNI pun memiliki hak untuk mengusulkan jika dirasa undang-undang tersebut tidak relevan dengan situasi zaman saat ini.
"Karena sudah 20 tahun UU TNI berjalan, dan kita harus menyesuaikan dengan kebutuhan kekinian," kata Hadi.