Sukses

Jadi Produsen Tembakau Terbesar Nasional, Nilai CHT Jatim Capai Rp129,96 Triliun

Industri pengolahan tembakau ini juga melibatkan 387.000 petani tembakau dan cengkeh sehingga menjadikan Jawa Timur berkontribusi sekitar 60 persen total penerimaan cukai nasional.

Liputan6.com, Surabaya - Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jawa Timur Iwan menyatakan Jawa Timur menjadi penghasil tembakau terbesar di Indonesia dengan kontribusi 43,9 persen dari total produksi nasional.

“Jawa Timur sendiri merupakan penghasil tembakau terbesar Indonesia dengan memberi kontribusi sebesar 43,9 persen dari total produksi nasional,” katanya dalam FGD (focus group discussion) Kadin Jatim di Surabaya, Jawa Timur, Rabu.

Iwan menuturkan di Jawa Timur pada tahun lalu terdapat kurang lebih 537 unit perusahaan dengan nilai produksi mencapai sekitar 195 miliar batang.

Sedangkan proses pengolahan dan produksi tembakau di Jawa Timur mempekerjakan lebih dari 90.000 tenaga kerja.

Bahkan industri pengolahan tembakau ini juga melibatkan 387.000 petani tembakau dan cengkeh sehingga menjadikan Jawa Timur berkontribusi sekitar 60 persen terhadap total penerimaan cukai secara nasional.

Setoran Cukai Hasil Tembakau (CHT) Jawa Timur pada tahun lalu sebesar Rp129,96 triliun meski sedikit mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp133,76 triliun karena salah satunya disebabkan oleh kebijakan kenaikan cukai.

Sementara itu, alokasi Dana Bagi Hasil CHT (DBHCHT) Jawa Timur pada 2023 sebesar Rp3,07 triliun dan tahun ini sebesar Rp2,77 triliun.

Sebanyak 50 persen di antaranya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat, 40 persen untuk kesehatan, dan 10 persen untuk penegakan hukum.

“Sektor pertembakauan memberikan dampak bagi percepatan pembangunan di daerah dan DBHCHT berperan sangat strategis di Jawa Timur,” ujar Iwan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kenaikan Cukai Hasil Tembakau

Diberitakan sebelumnya, kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) atau cukai rokok dinilai tidak efektif untuk mengendalikan konsumsi dan mengoptimalkan penerimaan negara. Pada Mei 2024 penerimaan cukai turun 12,6 persen, utamanya disinyalir akibat banyaknya warga yang beralih ke rokok murah atau rokok ilegal.

Padahal, Sekretaris Jenderal Komunitas Kretek Aditya Purnomo mengatakan, saat ini segmen sigaret kretek tangan (SKT) dalam industri hasil tembakau (IHT) mulai bertumbuh, setelah sebelumnya permintaan untuk segmen ini terus turun.

Pemulihan SKT yang merupakan sektor padat karya berefek pada penambahan tenaga kerja, dan meningkatnya penyerapan tembakau dari petani. 

"Saat ini (SKT) sedang bagus. Perusahaan-perusahaan besar mulai menata ulang penjualan di sektor SKT-nya yang juga meningkatkan tenaga kerja yang baru. Saya kira ini kesempatan kerja yang sangat baik untuk tenaga kerja di SKT," ungkap Aditya dalam keterangan tertulis, Senin (1/7/2024).

Namun, ia melihat segmen SKT masih belum mendapatkan perlindungan penuh dari pemerintah. Sebaliknya, kebijakan pemerintah dinilai tidak mendukung kelangsungan industri, seperti kebijakan cukai rokok yang sangat tinggi dan RPP Kesehatan yang berbahaya bagi pertumbuhan industri.

"Selama regulasi yang membahayakan segmen SKT itu masih ada, ditambah dengan kebijakan cukai yang masih tidak berpihak kepada industri dimana besarannya ditentukan tanpa melihat faktor ekonomi juga inflasi, maka dapat dikatakan pemerintah masih belum melindungi atau memperhatikan para pekerja di sektor SKT," tegasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.