Sukses

Singgah ke Pemandian Polaman Malang, Tempat Pengasingan Raja Gelang Gelang Jayakatwang

Pemandian Polaman bisa jadi wisata alternatif di Malang karena bagian dari sejarah runtuhnya kerajaan Singasari dan berdirinya Majapahit

Liputan6.com, Malang - Ada banyak tempat wisata di Malang berupa pemandian alami yang dapat dijujug untuk melepas kepenatan setelah menjalani padatnya aktivitas. Siapapun bisa menikmati kesegaran airnya dengan suasana sejuk dan asri.

Obyek wisata di Malang berupa pemandian alami itu biasanya memanfaatkan langsung sumber mata air. Bahkan, banyak di antaranya merupakan petirtaan atau kolam pemandian suci yang memiliki nilai sejarah tinggi.

Satu di antaranya adalah Pemandian Sumber Polaman atau Telaga Polaman. Pemandian alami ini berada di Jalan Indrokilo, Desa Kalirejo, Lawang, Kabupaten Malang. Sumber airnya dipercaya berasal langsung dari Gunung Arjuno.

Karena berada di lereng gunung setinggi 3.339 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu pula membuat kawasannya masih asri. Sebab di sekitar Pemandian Polaman masih penuh dengan pepohonan besar yang rimbun.

Masuk ke Pemandian Polaman kita tidak dipungut tiket masuk. Tempat ini dikenal sebagai pemandian yang ramai pengunjung. Saat 1 Muharram atau Suro dalam penanggalan Jawa, pengunjung bisa datang sejak sore sampai dini hari untuk mensucikan diri.

Nama Polaman dituliskan dalam Kitab Nagarakretagama, Pararaton dan Kidung Harsawijaya. Sebagai tempat pembuangan dan pengasingan Jayakatwang, Raja Gelang Gelang, Keturunan Kertajaya, raja terakhir Kediri yang digulingkan Ken Arok, pendiri Singasari.

Jayakatwang memberontak dan menaklukkan Kerajaan Singasari saat dipimpin Kertanegara pada tahun 1292 Masehi sebagai balas dendam atas kekalahan leluhurnya itu. Dia lalu memindahkan pusat pemerintahan dari Singasari ke Daha Kediri.

2 dari 2 halaman

Tempat Pengasingan Pemberontak Singasari

Ketika terjadi peristiwa pemberontakan, pasukan Mongol sedang dalam perjalanan menuju Jawa untuk menghukum Kertanegara. Sebab Raja Singasari itu dianggap menghina utusan Kaisar Kubilai Khan, penguasa Kekaisaran Mongol.

Begitu tiba di Jawa, pasukan itu diberitahu Raden Wijaya, menantu Kertanegara bahwa telah terjadi pergantian kekuasaan. Raden Wijaya lalu bersekutu dengan pasukan Mongol untuk menyerang Daha, Kediri.

Gabungan pasukan Raden Wijaya dan pasukan Mongol berhasil membumihanguskan keraton Daha Kediri pada 1293 Masehi. Jayakatwang lalu ditawan di sebuah tempat yang memiliki danau kecil dengan penjagaan ketat pasukan Mongol.

Menurut Pararaton dan Kidung Harsawijaya, tempat Jayakatwang ditahan itu bernama Polaman. Selama masa penawanan, Jayakatwang menyelesaikan karya sastra Kidung Wukir Polaman, mengkisahkan kehidupannya selama masa pengasingan.

Konon, Jayakatwang hidup sampai tua dan meninggal di tempat pengasingannya di Polaman. Versi lain menyebut Jayakatwang dieksekusi di atas kapal Pasukan Mongol sebelum pergi meninggalkan Jawa setelah diserang balik Raden Wijaya dan mendirikan Majapahit.

Sebagian warga meyakini nama Polaman berasal dari kata Pa-Ulam-An. Ulam dalam bahasa Jawa berarti ikan. Sebab di pemandian ini banyak sekali ikan. Salah satu jenis ikan yang diselimuti mitos adalah wader, dipercaya muncul dari dalam tanah mengikuti aliran air langsung dari sumbernya.

Mitosnya, siapun yang mencekalai ikan wader itu akan mengalami kejadian buruk. Satu yang pasti, wader adalah salah satu jenis ikan air tawar Indonesia yang terancam bila habitatnya mengalami penurunan kualitas.

Pada era Hindia Belanda, pemerintah kolonial membangun jaringan air untuk kebutuhan mereka pada tahun 1900. Sampai sekarang, sisa bangunannya masih bisa dilihat. Sampai sekarang, air dari sumber ini masih dimanfaatkan warga pelanggan PDAM.

Sayangnya, bentuk asli Polaman sebagian besar sudah berubah. Banyak tambahan bangunan, termasuk patung dan replika arca. Tapi yang pasti, Polaman punya sejarah penting, tidak bisa dipisahkan dari sejarah keruntuhan Singasari dan berdirinya Majapahit.

Â