Informasi Awal
- PengertianDi hari ke-10 bulan Muharram, umat Islam umumnya merayakan Hari Asyura yang ditandai dengan puasa sunah asyura. Tak hanya puasa Asyura, di beberapa daerah di Indonesia seperti Riau dan Kalimantan ada tradisi penyajian bubur Asyura.
Tradisi Bubur Asyura
Bubur asyura biasanya akan dimasak bersama, untuk kemudian akan dibagikan ke masjid maupun warga sekitar. Bubur asyura merupakan bubur beras yang dimasak dengan air santan dan berbagai macam jenis sayuran.
Bubur asyura atau Suro ternyata tidak hanya menjadi tradisi semata dalam menyambut Tahun Baru Islam, bubur asyura ternyata sarat makna. Tradisi memasak bubur asyura merupakan bentuk pengungkapan rasa syukur manusia atas keselamatan yang selama ini diberikan oleh Allah SWT.
Sejarah Bubur Asyura
Jika dirujuk menurut sejarah atau asal usulnya, bubur asyura ternyata sudah ada sejak masa Nabi Nuh kala bersama kaumnya yang beriman selamat dari banjir besar dengan menaiki perahu.
Dilansir dari berbagai sumber, dihikayatkan, bahwa tatkala perahu Nabi Nuh AS, sudah berlabuh (siap digunakan) pada hari ‘asyuro, beliau berkata kepada kaumnya:
"Kumpulkanlah semua perbekalan yang ada pada diri kalian!”.
Lalu beliau menghampiri (mereka) dan berkata:
“(ambillah) kacang fuul (semacam kedelai) ini sekepal, dan ‘adas (biji-bijian) ini sekepal, dan ini dengan beras, dan ini dengan gandum dan ini dengan jelai (sejenis tumbuhan yang bijinya/buahnya keras dibuat tasbih)."
Kemudian Nabi Nuh berkata:
"Pasaklah semua itu oleh kalian!, niscaya kalian akan senang dalam keadaan selamat."
Hari Asyura
Dari peristiwa ini maka kaum muslimin (terbiasa) memasak biji-bijian. Dan kejadian di atas merupakan praktik memasak yang pertama kali terjadi di atas muka bumi setelah kejadian topan.
Dan juga peristiwa itu dijadikan sebagai kebiasan setiap hari ‘asyuro. Sejak itu, tradisi memasak bubur asyura dilakukan oleh umat muslim di berbagai belahan dunia tak terkecuali di Indonesia.