Informasi Umum
- Tentang KNTIDikutip dari laman KNTI, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia atau disingkat menjadi KNTI adalah organisasi masyarakat yang menaungi pelaku usaha perikanan. Di dalamnya termasuk nelayan kecil, pengolah ikan dan pembudidaya ikan dan petambak garam, telah melakukan survei nelayan kecil melalui pemetaan parsitipatif di 25 daerah anggota KNTI yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
KNTI: Perlindungan Nelayan Mutlak dalam Negosiasi Iklim PBB di Glasgow
Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menyatakan, negosiasi perubahan iklim PBB atau COP UNFCCC ke-26 yang diselenggarakan di Glasgow, Britania Raya harus menghasilkan langkah segera untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Khususnya bagi sektor kelautan dan perikanan serta perlindungan bagi nelayan.
Ketua Harian KNTI Dani Setiawan menekankan, komitmen kuat harus diambil oleh para pemimpin dunia untuk menurunkan emisi karbon secara radikal. Itu untuk menyelamatkan laut dan daerah pesisir sebagai sumber kehidupan dan penghasil asupan protein bagi 3,3 miliar warga dunia.
"Perubahan iklim global telah mengancam perikanan dunia. Dari soal migrasi ikan, perubahan fishing ground, terputusnya rantai makanan di perairan akibat keasaman laut hingga pemutihan karang (bleaching) yang jadi habitat ikan," ujarnya seperti dikutip dari keterangan tertulis, Selasa (2/11/2021).
FAO, lanjutnya, bahkan memproyeksikan penurunan potensi tangkapan maksimum di zona ekonomi eksklusif global antara 2,8 persen dan 5,3 persen pada 2050.
"Dalam konteks ini, perlindungan terhadap nelayan kecil dan tradisional yang menempati share terbesar dalam produksi perikanan dunia, menjadi strategi penting dalam mewujudkan keberlanjutan pangan protein," serunya.
Dani mengatakan, akibat perubahan iklim, nelayan kecil dan tradisional dihadapkan pada sejumlah permasalahan. Semisal, nelayan tidak dapat memperkirakan waktu dan lokasi penangkapan ikan, serta tingginya risiko melaut akibat cuaca ekstrem.
"Hal ini menyebabkan nelayan harus menangkap ikan lebih jauh dengan ketidakpastian dan risiko akibat badai ataupun gelombang besar akibat cuaca ektrem yang bisa terjadi kapanpun. Alih-alih mendapat hasil yang menguntungkan, bahkan sering tidak menutup biaya produksi yang dikeluarkan," ungkapnya.
Di lain sisi, dia menilai, kenaikan muka air laut dan cuaca ektrem akibat perubahan iklim juga berdampak secara langsung terhadap terjadinya abrasi yang merusak ekosistem pantai serta hancurnya infrastruktur perkampungan pesisir akibat hantaman gelombang maupun banjir rob.
"Sebanyak 5,9 juta warga Indonesia setiap tahun diperkirakan terkena banjir rob pada 2100," kata Dani.
Pembudidaya pun mengalami kerugian akibat banjir menyapu lahan tambak dan kolam ikan. Dani menyebut, sekitar 42 juta orang yang tinggal di dataran rendah kurang dari 10 meter di atas permukaan laut Indonesia sangat rentan terhadap kenaikan permukaan laut.
KNTI: Pemerintah Wajib Pastikan Nelayan Bisa Akses BBM Bersubsidi
Sekretaris Jenderal Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Iing Rohimin mengatakan sudah menjadi kewajiban bagi Pemerintah untuk memastikan nelayan tradisional Indonesia mendapatkan BBM bersubsidi.
“Ketika perlindungan dan pemberdayaan nelayan menjadi kewajiban dan yang pentingnya adalah BBM bersubsidi. Maka BBM bersubsidi menjadi wajib hukumnya bagi pemerintah dan negara untuk memastikan bisa terlayani kepada nelayan tradisional Indonesia,” kata Iing dalam diskusi KNTI, Kamis (8/7/2021).
Dia menjelaskan kewajiban tersebut tertuang dalam Undang-undang No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam.
Dia menyebutkan pada pasal 3 tertulis tujuan UU tersebut, diantaranya Pemerintah harus menyediakan sarana dan prasarana bagi nelayan.
“Kemudian, memastikan usaha berkelanjutan, meningkatkan kemampuan dan kapasitas nelayan dan ada beberapa poin lain menunjukkan bahwa negara wajib hukumnya untuk memberikan perlindungan dan pemberdayaan nelayan tradisional Indonesia,” ujarnya.
Dalam kaitan tersebut KNTI ingin melihat implementasi yang sudah digariskan dalam UU tersebut, diantaranya memberikan kepastian tentang layanan BBM bersubsidi agar bisa diakses oleh nelayan tradisional Indonesia.
“Kenapa Koalisi KUSUKA mengambil tema ini, karena BBM faktor terbesar untuk menunjang Operasional pelaksanaan usaha perikanan. Hampir mencapai 60 dan 70 persen nelayan tradisional kita tergantung kepada BBM,” ujarnya.