Sukses

Informasi Umum

  • PengertianDilansir dari situs Kemenkominfo, milenial disebut juga sebagai generasi Y. Pakar menggolongkan orang-orang yang termasuk ke dalam generasi ini ialah orang yang lahir pada 1980 - 1990 atau awal 2000.

Berita Terkini

Lihat Semua
Topik Terkait

    Mahir Gunakan Media Sosial

    Generasi milenial atau generasi Y kebanyakan terlahir di saat teknologi komunikasi sudah berkembang pesat, sehingga tak jarang jika generasi milenial sangat mahir dalam menggunakan teknologi, dan sangat tertarik dengan perkembangan gadget dan teknologi terkini.

    Generasi milenial juga dikenal sebagai generasi sosial media. Rasanya jarang kita temui yang berusia di kisaran 20 hingga 30 yang tidak memiliki akun media sosial, bukan?

    Mereka pun dikenal mahir berselancar di internet, AdAge menyatakan bahwa rata-rata generasi milenial menghabiskan 25 jam per minggu di Internet, yang berarti generasi milenial sangat familiar dan menggunakan internet hampir setiap saat untuk melakukan segala aktivitas. Mulai dari belajar, bermain, hingga tahap membentuk eksistensi diri.

     

    Karakteristik Generasi Milenial

    Kemunculan media sosial di awal 2000-an memang menjadi momen pembuka mata, terutama bagi generasi milenial yang beranjak dewasa di tengah perkembangan teknologi internet.

    Faktor kedekatan inilah yang membuat mereka sangat dekat dan mahir dengan media sosial, terutama sebagai media komunikasi dan bersosialisasi. Tidak hanya dalam perihal hiburan, urusan profesional, dan pelajaran pun juga diakses dan dibagikan lewat media sosial.

    Bagi mereka yang berbeda generasi dengan milenial tentunya akan sedikit kesulitan dalam memahami pola pikir dan perilaku milenial, bahkan bisa menimbulkan jarak dalam berinteraksi. Jarak antara usia dan generasi ini tentunya bisa menimbulkan kesenjangan generasi yang akan menghambat kelancaran bekerja bersama. Jika dijabarkan, generasi milenial memiliki karakter yang lebih idealis dalam bekerja.

    Menurut Gallup (2016), generasi milenial lebih memilih bekerja untuk memuaskan keinginan dibandingkan untuk meraih gaji lebih besar, mereka juga tidak menyukai atasan atau budaya kerja yang kaku, suka mengontrol, dan memerintah. Milenial juga dinilai memiliki pola pikir yang kreatif, tidak biasa, terbuka, dan sangat senang melibatkan teknologi dalam segala aspek pekerjaan.

    Konflik yang sering dialami oleh para milenial di kantor adalah, seringnya mereka dalam berganti pekerjaan. Generasi milenial memang tidak menyukai konfrontasi, dan lingkungan yang kaku, dan membosankan, namun alih-alih bertahan dan beradaptasi mereka akan lebih memilih untuk mengundurkan diri, dan mencari pekerjaan yang lain. Dari sinilah muncul istilah “Generasi Kutu Loncat”.
    Perbesar
     

    Diharapkan Jadi Tulang Punggung Inklusi Keuangan

    Generasi milenial di Indonesia diharapkan terlibat aktif berinvestasi guna meningkatkan inklusi keuangan. Apalagi, generasi milenial sendiri sangat mendominasi di Indonesia.

    "Dengan gerakan ini dengan para pemuda mengerti finansial inklusi, suatu hari jumlah investor di Indonesia Itu bukan lagi didominasi oleh asing. Jumlah investor di Indonesia didominasi oleh orang-orang lokal Indonesia sendiri," kata Management Consultant at Boston Consulting Group, Evita Martha Dewi dalam sebuah diskusi virtual di Jakarta, Minggu (18/10/2020).

    Dengan komposisi tersebut, maka perekonomian Tanah Air ke depan dapat jauh lebih kokoh. Mengingat, seluruh investor di dalam negeri berasal dari para generasi muda di Indonesia.

    Sebelumnya, Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Tirta Segara memaparkan, ada 3 alasan utama mengapa inklusi keuangan menjadi krusial dalam pencapaian tujuan makro ekonomi, sekaligus menjawab tantangan dalam menghadapi dampak pandemi Covid-19 saat ini.

    Pertama, ia menyebutkan, inklusi keuangan diyakini sejalan dan berkorelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi, serta meluasnya akses keuangan dapat mengurangi ketimpangan kesejahteraan masyarakat.

    Saat ini, Tirta bersyukur, berdasarkan data OJK, tingkat inklusi keuangan nasional sudah berada di level 76,2 persen. Angka tersebut sudah melampaui target 2019 yang ditetapkan sebesar 75 persen.

    "Namun, tingkat inklusi keuangan belum merata, sebab akses keuangan di wilayah perkotaan 83,6 persen masih lebih tinggi daripada di wilayah pedesaan yang sebesar 68,5 persen," jelasnya dalam acara pembukaan Bulan Inklusi Keuangan 2020, Senin (5/10).

     

     

    Incar wilayah pinggiran kota, pengembang di Bogor berani berikan pilihan rumah tapak dua lantai senilai Rp 500 jutaan. Bukan tanpa sebab, pasar usia kelas Gen Z dan milenial masih mendominasi peminat rumah tapak tersebut.