Racun Kopi Mirna
Tiga gelas kopi sudah tertata di atas meja nomor 54 sebuah restoran di Jakarta Pusat sore itu hingga seorang perempuan muda datang. Dia duduk bersama 2 rekannya lalu menyeruput es kopi Vietnam tersebut.
Hanya satu seruputan, dia tumbang. Tubuhnya kejang-kejang dan dari mulutnya keluar busa. Sesaat setelah dibawa ke rumah sakit, Wayan Mirna Salihin yang masih berusia 27 tahun mengembuskan napas terakhirnya.
Tak lama setelah Mirna dievakuasi dari restoran, karyawan restoran langsung mengamankan kopi yang ada di meja nomor 54 tersebut. Dia bahkan mencicipi sedikit kopi itu.
Efeknya dahsyat. 1 Tetes minuman tersebut bisa membuat mual, muntah, hingga kebas.
"Ada keterangan saksi lain yang signifikan, yang menjelaskan kopi tersebut saat diteteskan ke saksi dan kemudian merasa kebas, mual, dan muntah. Padahal hanya satu tetes nyobanya," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Komisaris Besar Krishna Murti, di Jakarta, Minggu (10/1/2015).
Berdasarkan hasil pemeriksaan Laboratorium Forensik Mabes Polri dinyatakan 1 dari 6 sampel kopi yang diperiksa, salah satunya satu sampel mengandung zat yang diduga sianida.
"Saya dapat kabar (dari Labfor) informal jam 9 pagi tadi bahwa satu sampel (kopi) mengandung zat yang diduga sianida," ujar dia.
Krishna menjelaskan tim labfor langsung memeriksa beberapa sampel kopi tak lama setelah tewasnya Mirna. Namun, menurut dia, hasil pemeriksaan labfor masih harus dicocokkan dengan hasil autopsi Mirna.
Kematian Mirna memang tak wajar. Selain kandungan racun yang diduga ada pada kopi tersebut, hasil autopsi pun mendukung dugaan tersebut.
Hasil Autopsi
Autopsi dilakukan polisi pada Sabtu, 9 Januari 2016 di RS Pusat Polri, Kramatjati, Jakarta Timur. Autopsi dilakukan setelah Kepala Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polda Metro Jaya Komisaris Besar Musyafak dan Direktur Reserse Kriminal Umum Komisaris Besar Khrisna Murti mendapat persetujuan pihak keluarga untuk membantu penyelidikan polisi.
Autopsi terhadap jenazah Mirna dilakukan 2 tim yang dipimpin dr Slamet Purnomo dan dr Arif, serta Kabid Dokkes Polda Metro Jaya Kombes Pol Musyafak.
Dari hasil autopsi, Musyafak memukan adanya pendarahan pada lambung Mirna. Penyebabnya adalah zat yang sifatnya korosit atau asam pekat yang dapat merusak jaringan lambung.
Kemungkinan besar, kata Musyafak, zat tersebut adalah sianida. Dalam banyak kasus, sianida menyebabkan kerusakan pada lambung.
Kemungkinan adanya zat sianida di dalam tubuh korban juga dikuatkan dengan keterangan saksi-saksi yang menyebutkan, korban mengeluarkan busa pada mulutnya.
"Ciri khas sianida seperti itu, menyebabkan korosit dan mengeluarkan busa di mulut," kata Musyafak kepada Liputan6.com.
Meski sudah dilakukan autopsi, penyidik tidak berhenti sampai di situ. Pemeriksaan secara scientifik dilakukan dengan memeriksa jaringan hati.
"Jaringan hati kan pusat metabolisme tubuh, ini sedang dilakukan pemeriksaan di Labfor Mabes Polri. Semoga saja hasilnya cocok," Musyafak menjelaskan.
"Disimpulkan kematiannya tidak wajar."
2 Rekan Mirna
Minggu pagi Mirna dimakamkan. Mobil jenazah VW Transporter berwarna putih mengantarkan jenazahnya menuju peristirahatan terakhir di TPU Gunung Gadung, Bogor, Jawa Barat.
Pengawalan ketat dari pihak kepolisian pun dilakukan untuk mengantar jenazah.
Wajah haru keluarga dan kerabat mewarnai keberangkatan jenazah Mirna. Sebelum diberangkatkan, jenazah Mirna diiringi doa dan pujian dari ibadat yang diselenggarakan oleh keluarga.
Sementara di tengah duka ini, orangtua Mirna lega hasil autopsi menunjukkan titik terang atas penyebab kematian perempuan 27 tahun itu. Seperti diungkap sang ayah, Darmawan Salihin.
Dia turut hadir dalam proses autopsi anaknya. Namun, dia tidak mau berkomentar lebih lanjut terkait hasil autopsi.
Menurut dia, dokter kepolisian yang mengautopsi Mirna telah bekerja profesional. Begitu juga dengan kinerja kepolisian yang menangani kasus dugaan pembunuhan anaknya.
"Kata polisi tidak ada penuntutan kalau tidak ada autopsi. Jadi diautopsi, dan lumayan lah hasilnya. Dokter bilang begitu," ujar Darmawan.
Posisi Duduk Mirna
Sementara itu, kepolisian masih terus bekerja untuk menguak kasus ini. Selain autopsi dan meneliti kandungan dalam kopi yang diseruput Mirna, 2 rekan almarhumah juga diperiksa. Mereka berada di tempat kejadian perkara (TKP) kala peristiwa itu terjadi.
Namun baru satu teman korban yang diperiksa pihak kepolisian. Sementara satu rekannya yang lain belum. Namun yang bersangkutan menolak untuk diperiksa. Seperti disampaikan Direskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Krishna Murti.
"Tadi malam suruh ke kantor enggak mau. Iya dia (teman yang memesan kopi)," tutur Krishna Murti.
Kopi merupakan minuman yang memiliki rasa pahit dan mengandung antioksidan, serta beberapa nutrisi di dalamnya.
Permintaan pemeriksaan itu dilayangkan oleh kepolisian Sektor Tanah Abang, Jakarta Pusat. Namun tidak dijelaskan mengapa ia menolak untuk diperiksa.
"Tidak dijelaskan kenapa enggak mau diperiksa. Statusnya kan baru saksi. Baru diajak ke kantor. Surat panggilan (akan dilayangkan) hari Senin (11 Januari 2016). Kalau yang satu sudah dimintai keterangan," lanjut dia.
Kepolisian juga Kepolisian mempelajari rekaman closed circuit television (CCTV) yang ada di Kafe Olivier, Mall Grand Indonesia. Dari 8 CCTV yang diperiksa, namun posisi Mirna tidak tergambar jelas.
"CCTV banyak, ada di mana-mana. Tapi posisi duduk Mirna itu terhalang oleh rerimbunan pohon buatan," ujar Krishna.
Mirna diberangkatkan menggunakan mobil jenazah VW Transporter berwarna putih.
Meski demikian, polisi mendapatkan petunjuk urutan yang datang ke lokasi kejadian terlebih dahulu.
"Kelihatan di CCTV tubuhnya. Tapi hanya itu yang kelihatan. Yang lainnya tidak. Seperti tangan, kaki, itu tidak terlihat. Kalau urutan siapa yang datang dan perginya kelihatan," tutur Krishna.
Selain itu, dari hasil penyelidikan sementara diketahui bila Mirna tidak memesan es kopi Vietnam yang diseruputnya. Kopi tersebut sudah dipesankan oleh salah seorang rekannya yang terlebih dulu datang ke lokasi kejadian.
"Mirna tidak memesan, tapi dipesankan. Dia datang, barang itu sudah ada," ucap perwira yang pernah bertugas di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat itu.