Pengertian
Schistosomiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing parasit dengan keong sebagai perantaranya. Infeksi ini umum ditemukan di negara-negara Asia Tenggara, Cina bagian Selatan, Timur Tengah, Karibia, Amerika Selatan, dan Afrika. Di Indonesia sendiri, menurut beberapa studi, penyakit ini banyak ditemukan di dataran tinggi Sulawesi Tengah.
Schistosomiasis diketahui sebagai penyakit parasit mematikan nomor dua setelah malaria. Penyakit ini dikenal juga dengan Bilharzia.
Penyebab
Schistosomiasis disebabkan oleh cacing trematoda dari jenus Schistosoma. Jenis Schistosoma yang sering kali menginfeksi manusia adalah S. mansoni, S. haematobium, dan S. japonicum. Walaupun jarang. Meski demikian, keluhan juga bisa disebabkan karena parasit S. mekongi dan S. intercalatum.
Saat seorang yang terinfeksi Schistosoma melakukan aktivitas buang air besar (BAB) atau buang air kecil (BAK) dari sumber air tawar, orang tersebut bisa mengeluarkan telur Schistosoma. Telur ini akan menetas dan Schistosoma masuk serta berkembang lebih lanjut dalam tubuh inangnya, yaitu berupa keong air tawar. Parasit ini kemudian akan meninggalkan inangnya dan memasuki perairan. Parasit ini bisa bertahan hidup di luar inang hingga 48 jam.
Jika bertemu manusia dalam perairan tersebut (misalnya saat seseorang sedang mandi, berenang, dan sebagainya), maka parasit bisa masuk menembus kulit ke dalam tubuh manusia. Dalam beberapa minggu, Schistosoma akan berkembang menjadi cacing dewasa dan tinggal dalam pembuluh darah manusia. Di sinilah cacing wanita akan bertelur. Telur tersebut dapat berpindah ke kandung kemih dan usus manusia, dan dapat dikeluarkan bersama urine atau feses.
Diagnosis
Selain melakukan wawancara medis secara mendetail untuk mengetahui seputar gejala dan pemeriksaan fisik, beberapa pemeriksaan penunjang bisa dilakukan untuk membantu diagnosis Schistosomiasis. Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain:
- Pemeriksaan sampel urine dan feses di bawah mikroskop untuk memeriksa adanya telur Schistosoma.
- Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) pada sampel urine atau feses untuk memeriksa adanya DNA Schistosoma.
- Pemeriksaan darah, bisa menunjukkan eosinofilia perifer, penurunan fungsi ginjal, peningkatan alkalin fosfatase dan gamma GT.
Gejala
Pasien yang terinfeksi Schistosomiasis dapat menunjukkan gejala dalam 4–8 minggu setelah kontak dengan perairan yang terinfeksi Schistosoma. Penderita akan menunjukkan gejala Schistosomiasis akut atau Katayama Fever.
Gejala yang terjadi antara lain demam, mudah lelah, lemas, dan nyeri otot. Dapat juga ditemui gejala batuk, sakit kepala, anoreksia, atau munculnya ruam. Namun gejala tersebut jarang muncul. Selain itu bisa juga terjadi diare berdarah dan nyeri pada perut kanan atas. Keluhan ini sering kali serupa dengan keluhan akibat infeksi bakteri, virus maupun penyakit malaria, sehingga tidak khas.
Beberapa bulan hingga tahun setelah terinfeksi, seseorang dapat menunjukkan tanda manifestasi kronis Schistosomiasis. Gejalanya bergantung pada jenis cacing yang menginfeksi, lokasi cacing dalam tubuh, reaksi imun tubuh terhadap telur cacing yang dihasilkan, dan lainnya.
Schistosomiasis pada hati dapat menimbulkan gejala dispepsia, kembung, atau nyeri perut kiri atas akibat pembesaran limpa. Pada kasus lanjut dapat ditemukan pembesaran perut, pembengkakan kaki, hematemesis dan melena.
Schistosomiasis pada usus bisa menimbulkan gejala kelelahan, nyeri perut, diare, dan disentri. Schistosomiasis pada saluran kemih dapat menimbulkan gejala nyeri berkemih, sering berkemih, hematuria. Pada saluran reproduksi pria, penyakit ini dapat memengaruhi epididimis, prostat, testis, dan saluran sperma. Pada saluran reproduksi wanita, dapat timbul gejala nyeri panggul, haid tidak teratur, post coital bleeding, dan luka pada area kelamin.
Schistosomiasis pada paru-paru dan jantung menimbulkan gejala batuk, mengi, demam tidak tinggi, mudah lelah, palpitasi, batuk darah, sesak saat beraktivitas. Pada sistem saraf pusat dapat timbul gejala kejang, sakit kepala, myeloradiculopathy, dan transverse myelitis.
Pengobatan
Umumnya Schistosomiasis ditangani dengan obat anti-cacing. Strategi pengendalian schistosomiasis di berbagai negara pada umumnya dilakukan dengan pengendalian keong perantaranya, baik secara mekanik, kimia, dan biologi. Pengembangan vaksin dan teknik diagnosis yang lebih baik diharapkan dapat membantu pengurangan infeksi pada manusia.
Pencegahan
Pencegahan terhadap Schistosomiasis dapat dilakukan dengan melakukan beberapa hal di bawah ini:
- Menghindari kontak dengan air tawar (sungai, danau, dan sebagainya) di daerah tempat terdapat cacing parasit ini.
- Selalu minum air yang bersih dan aman. Jika harus mengonsumsi air mentah, pastikan untuk merebus air terlebih dahulu.
- Air yang digunakan untuk mandi sebaiknya direbus selama satu menit agar aman dari parasit. Air yang ditampung selama 1–2 hari dapat dianggap aman untuk mandi.
- Pengeringan badan dengan handuk (menggosok-gosok badan dengan handuk secara keras) dapat membantu menghindari cacing masuk dalam kulit. Namun hal ini tidak dapat diandalkan sebagai tindakan pencegahan.