Liputan6.com, Jakarta Telekomunikasi saat ini sudah menjadi industri penting di sebuah negara. Banyak pihak yang menilai bahwa telekomunikasi merupakan sumber daya potensial untuk membangun ekonomi dan sosial sebuah bangsa.
Didasari pemikiran tersebut, banyak pihak yang menilai pembangunan infrastruktur dan layanan komunikasi penting dilakukan di setiap negara di dunia, termasuk Indonesia.
Namun, menurut Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII), pemerintah terlalu banyak memberikan pungutan kepada penyedia layanan komunikasi. Banyaknya pungutan kepada penyedia internet disebutkan dapat membuat harga internet semakin mahal dan pembangunan infrastruktur jadi terhambat.
"Harusnya dananya bisa kita buat untuk investasi infrastruktur tapi alokasinya ya untuk bayar pungutan dari pemerintah. Selain itu harga internet pastinya jadi lebih mahal karena segala biaya perusahaan tentunya dibebankan kepada pelanggan," tambah Sapto.
Saat ini penyelenggara jasa internet yang tergabung di APJII dikenakan kewajiban pembayaran PNBP berupa BHP Jastel dan universal service obligation (USO) sebesar 1,75 persen dari pendapatan kotor (total revenue).
Beratnya tagihan yang harus dibayar oleh pemerintah oleh penyelenggara jasa telekomunikasi diamini oleh Eddy Thoyib selaku Direktur Eksekutif Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel).
"Tagihan yang ditujukan ke perusahaan telekomunikasi itu berat secara akumulatif. Itu berdampak pada harga layanan yang mereka tawarkan ke pelanggan, sebenarnya semakin tinggi pungutan yang dirugikan ya masyarakat," kata Eddy.
APJII dan Mastel saat ini sedang menempuh proses gugatan judicial review Undang-undang 36/1999 tentang telekomunikasi. Mereka berharap pungutan yang dibebankan kepada penyedia jasa telekomunikasi lebih efisien dan teratur.
Banyak Pungutan Pemerintah, Harga Internet Jadi Mahal
Banyaknya pungutan yang dibebankan pemerintah kepada penyedia layanan telekomunikasi dianggap sebagai penghambat pembangunan infrastruktur.
Advertisement