Liputan6.com, Seoul - Anda harus tahu bahwa dalam beberapa tahun belakangan ini, Korea Selatan adalah surga bagi para gamer. Judul-judul game online seperti Starcraft dan League of Legends memiliki basis penggemar yang sangat masif di Negeri Gingseng ini.
Di Korea Selatan pun tersedia banyak sekali game center dengan fasilitas PC super canggih yang bakal memanjakan Anda dengan harga sewa di bawah US$ 1 per jamnya. Hal ini membuat game online dan segala jenis ekosistem pendukungnya menjadi salah satu jenis bisnis yang tumbuh sangat pesat di Korea Selatan.
Namun segala 'keindahan' terkait dunia video game itu kemungkinan besar bakal segera hilang. Sejumlah anggota pemerintahan berwenang di Korea Selatan menganggap budaya game telah merusak moral dan mental kawula muda. Mereka menilai dibutuhkan tindakan tegas untuk menangkalnya.
Sebuah diskusi bertajuk 'Video Games: Addiction or Art?' pun diselenggarakan oleh pihak pemerintah. Di dalamnya disertakan para pejabat pemerintah, pihak pendidik (guru dan dosen), serta perwakilan perusahaan yang bergerak di industri game.
Pada diskusi itu pemerintah Korea Selatan mengungkapkan bahwa kini sudah saatnya dibuat sebuah undang-undang resmi yang mengatur pelarangan sebuah video game yang menyebabkan kecanduan. Undang-undang ini akan setara dengan regulasi yang memayungi aturan hukum terkait pelarangan narkoba atau pun minuman keras.
Namun menurut Jong-Duk Kim yang mewakili asosiasi pengembang game, pembuatan undang-undang itu melanggar hak asasi manusia dan konyol.
"Semua orang memiliki hak untuk berekspresi dan gamer pun memiliki hak yang sama. Mereka berhak untuk mengekspresikan dirinya dengan cara yang diinginkan, apakah itu melalui jalur seni atau pun tidak. Judul dari diskusi yang diselenggarakan pun salah, ini artinya jika game bukan seni maka harus dihukum dan sebaliknya," papar Kim seperti yang dilansir laman Cnet, Selasa (24/6/2014).
Sementara menurut Profesor Joong-Kwon Jin, budaya game di Korea Selatan merupakan budaya pelarian. Video game dijadikan media pelarian bagi anak-anak muda karena para orangtua terus-menerus memaksa mereka untuk menuntut ilmu tanpa mengkomunikasikannya dengan benar. Anak-anak menjadi stres dan lebih nyaman ketika bermain video game.
Â