Sukses

Hantu Indonesia Digandrungi Gamer Internasional

Konsumen game horor DreadOut paling banyak berasal dari Amerika Serikat, kemudian Rusia dan Jerman.

Liputan6.com, Jakarta - Hasil kreativitas kerapkali dimanfaatkan untuk memperkenalkan budaya bangsa agar lebih luas dikenal. Salah satunya lewat beragam film animasi dan game dengan berbagai karakter. Sayangnya, film animasi dan game yang beredar di Indonesia saat ini masih didominasi produk asing.

Peredaran karakter kartun dan game dari luar negeri tersebut menimbulkan kekhawatiran atas terkikisnya budaya asli Indonesia melalui anak-anak. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Mari Elka Pangestu menyampaikan kekhawatiran itu saat mengunjungi kantor redaksi Liputan6.com. 

"Karakter lokal khas Indonesia perlu kita buat dalam bentuk animasi ataupun karya kreatif lainnya. Itu penting supaya anak kita gak lebih kenal sushi daripada makanan daerah sini karena seringnya nonton kartun Jepang," ungkap Mari.

Tantangan pembangunan karakter lokal dalam bentuk animasi tersebut sebenarnya telah dijawab oleh berbagai pengembang lokal, salah satunya Digital Happiness. Pengembang game lokal itu telah resmi menjadi pemain industri game digital setelah merilis game horor berjudul DreadOut.

Mengambil karakter seorang siswa sekolah dengan seragam putih abu-abu lengkap dengan gambar OSIS di saku kanannya, tokoh itu melekat sebagai siswi SMA Indonesia. Tak hanya itu, karakter hantu yang ada di game itu juga dibuat berdasarkan berbagai bentuk hantu asal Indonesia.

"Maunya sih ini sebagai ciri khas dari produk kita di kalangan gamer dunia. Hantu seperti kuntilanak, pocong dan lain-lain sejujurnya lebih menyeramkan daripada hantu bentuk lain dari luar," tambah Imron.

Dilirik Internasional

Membawa tema lokal ternyata memang cukup membuat DreadOut punya nilai lebih di mata internasional. Imron mengakui sebagian besar pembeli DreadOut justru datang dari luar negeri. Konsumen game horor ini paling banyak berasal dari Amerika Serikat, kemudian Rusia dan Jerman, sedangkan Indonesia hanya ada di posisi enam.

"Mungkin orang luar sudah pada bosan juga dengan zombie. Lagipula hantu-hantu yang ada di kita kan lebih cenderung supranatural, mungkin lebih menantang nyali buat mereka," ungkap Imron dengan logat sunda yang cukup kentara.

DreadOut belum cukup lama dilepas ke pasar pemain game online di dunia. Walaupun begitu, game yang dibanderoli US$ 14,99 itu ternyata sudah cukup memberikan penghasilan hingga Rp 1 miliar per bulan bagi pengembang asal Bandung itu.

Game dan animasi berbudaya lokal seperti DreadOut diakui bisa menjadi agen kebudayaan Indonesia di hadapan dunia. Menteri Parekraf berharap akan tumbuh semakin banyak 'DreadOut' lain yang diterima cukup baik di pasar global.

"Semoga ke depannya bisa lebih banyak lagi karakter lokal berbentuk animasi ataupun game yang akan membawa kebudayaan kita ke luar, selain itu biar anak-cucu kita bisa lebih kenal budayanya sendiri," tandas Mari.