Liputan6.com, Jakarta - Di tengah pro-kontra diangkatnya HM Prasetyo sebagai Jaksa Agung oleh Presiden Joko Widodo, terdapat harapan yang digantungkan di bahunya. Prasetyo diharapkan banyak kalangan bisa memutus rantai kriminalisasi korporasi yang menimpa perusahaan-perusahaan seperti Merpati, Indosat-IM2 maupun PLN.
Nada pengharapan soal tuntasnya perkara korporasi kepada Jaksa Agung baru itu juga muncul dari kalangan politisi yang duduk di kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) maupun pelaku industri.
"Permasalahan-permasalahan tersebut merupakan permasalahan penting bagi keberlanjutan perusahaan nasional. Jangan sampai karena masalah ini berkelanjutan jadi pada takut untuk berinvestasi," ujar Azis Syamsuddin, Ketua Komisi III DPR RI 2014-2019.
Ruhut Sitompul, anggota Komisi III DPR RI 2014-2019 pun mengungkapkan pernyataan yang sama soal Jaksa Agung yang baru, yang mana HM Prasetyo harus menuntaskan beberapa kasus kriminalisasi korporasi seperti yang terjadi pada PLN, Indosat-IM2, Chevron, dan Merpati.
"Ya harus dituntaskan, karena itu masalah penting. Jangan sampai periode Jaksa Agung yang baru ada hal-hal (yang tidak tuntas) seperti itu. Kalau perlu kerjasama dengan KPK," ujar Ruhut di Jakarta, Senin (24/11/2014).
Kasus Indosat-IM2 Sedot Perhatian
Kasus Indosat-IM2 Sedot Perhatian
Kasus kerjasama bisnis yang dilakukan antara Indosat-IM2 termasuk yang paling menarik perhatian karena di tengah proses hukum yang berjalan terdapat dua putusan MA (Mahkamah Agung) yang bertolak belakang. Putusan ini kemudian membuat resah para pebisnis internet yang tergabung dalam Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet di Indonesia (APJII).
Sammy Pangerapan, Ketua APJII menjelaskan bahwa pasca penahanan eks Direktur IM2, Indar Atmanto, pebisnis internet diresahkan karena mereka pun memakai model bisnis yang serupa.
Kasus IM2 yang menjerat Indar akan berdampak pada layanan penyedia jasa internet dan membuat iklim investasi dan usaha di Indonesia menjadi tidak kondusif. Bahkan, kasus itu dinilai sebagai ancaman akan keberlangsungan layanan internet di Indonesia.
"Ada lebih dari 200 pengusaha yang menjadi penyedia jasa internet di Indonesia. Mereka bisa ramai-ramai masuk penjara dan bernasib sama dengan Pak Indar. Karenanya kami juga minta fatwa ke MA karena memakai mekanisme bisnis yang sama dengan IM2," tukas Sammy.
Sammy mengharapkan Jaksa Agung yang baru dapat membawa kepastian hukum bagi dunia usaha, khususnya di bidang telekomunikasi. APJII sendiri sebagai asosiasi yang menaungi pebisnis internet telah menyatakan siap mendukung materi teknis seputar teknologi informasi, khususnya soal internet. Pasalnya, Kejaksaan Agung harus memiliki pemahaman teknis yang kuat agar kasus yang menimpa Indosat IM2 tidak menimpa operator lainnya.
"Kami yakin kalau soal hukum, mereka jago-jago, tapi dalam hal teknis sangat diperlukan agar bisa bersinergi dengan dunia usaha. Jangan sampai kasus yang menimpa Indosat-IM2 juga merembet ke operator lainnya," tutup Sammy.
Advertisement
PK Terganjal Putusan MK
PK Terganjal Putusan MK
Sementara itu, karena dua putusan MA yang bertolak belakang, pihak Indosat maupun IM2 menegaskan bahwa eksekusi atas IM2 tidak bisa dilakukan dan mereka akan mengajukan peninjauan kembali (PK) segera setelah mendapatkan Salinan Putusan MA. Pasalnya, hingga saat ini Salinan Putusan MA belum diterima.
"Eksekusi sita atas IM2 berdasar putusan MA tidak bisa dilakukan. Dasar putusan untuk kerugian negara dan uang pengganti itu kan diambil dari audit BPKP yang tidak lagi sah secara hukum karena dibatalkan oleh putusan MA. Jadi, tidak mungkin eksekusi sita aset itu dilakukan.” kata Alexander Rusli, Presiden Direktur & CEO Indosat.
Saat ini, tim hukum dari Indosat bersama dengan IM2 tengah menyiapkan langkah-langkah hukum sesuai aturan yang berlaku. Sayangnya, langkah tersebut tertunda karena belum turunnya salinan putusan MA yang akan menjadi dasar PK.
"Kami berkeyakinan, bahwa tidak ada kerugian negara dalam kerjasama penyelenggaraan 3G di frekuensi 2.1 GHz, berdasarkan Keputusan PTUN yang mencabut Perhitungan BPKP tentang adanya kerugian negara Rp 1,35 triliun dalam perkara ini, dan diperkuat oleh keputusan kasasi MA No. 263/K/TUN/2014 tertanggal 21 Juli 2014,” tambah Alex.
Alex juga menjelaskan bahwa Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) sebagai regulator telah menyatakan bahwa tidak ada yang salah dalam kerjasama tersebut.
Ditemui dalam kesempatan terpisah, Menteri Kominfo Rudiantara meyakini tidak ada yang salah pada perjanjian kerjasama yang dilakukan Indosat-IM2 yang diperkarakan BPK. Meski begitu, dirinya mengaku hanya bisa memberikan dukungan tanpa bisa mengintervensi proses hukum yang berlangsung.
"Saya yakin tidak ada masalah dalam kerjasama Indosat-IM2 yang akhirnya menjerat Indar Atmanto, ini harus diluruskan. Indosat dan IM2 kan mau mengajukan PK, kita dukung prosesnya tapi pemerintah tidak bisa melakukan intervensi atas proses hukum yang sedang berlangsung," tutur Rudiantara. (den/isk)