Sukses

Pelajar Semarang Sulap Sabut Kelapa jadi Rompi Anti Peluru

Dua pelajar asal Semarang, Jawa Tengah, mencoba meneliti kekuatan sabut kelapa yang kemudian dijadikan rompi anti peluru.

Liputan6.com, Semarang - Sabut kelapa yang biasanya hanya dijadikan kayu bakar atau bahkan malah hanya jadi sampah, disulap menjadi rompi anti peluru oleh dua orang pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) asal Semarang, Jawa Tengah.

Adalah Aristio Kevin Ardyaneira Pratama (17) siswa kelas XI Olimpiade SMAN 3 Semarang dan M Iqbal Fauzi (15) siswa kelas XI MIA 5. Dua remaja ini sangat gemar bermain game model Counter Strike dan Call of Duty.

Dari hobi itu mereka mencoba meneliti kekuatan sabut kelapa dan dijadikan rompi anti peluru. Mereka berdua melakukan penelitian selama enam bulan dan berkali-kali melakukan percobaan.

"Memang senang main game tembak-tembakan. Awalnya ingin buat helm anti peluru, tapi banyak kendala seperti harus membuat lengkungan," kata Kevin saat ditemui tim Liputan6.com di sekolahnya, SMAN 3 Semarang.

Mereka memilih sabut kelapa dengan pertimbangan memiliki kekuatan. Dasar itu didapat setelah melalui berbagai ujicoba. Mereka membuat beberapa prototipe. Pertama mereka menggunakan fiber, sabut kelapa, dan plat seng. Namun percobaan itu gagal, peluru dari anggota TNI masih bisa menembusnya.

"Sabut kelapa kami pakai karena saat ditarik-tarik ternyata kuat. Dulu masih ada sengnya, sekarang sudah tidak pakai. Kami juga pernah coba pakai kain celana jeans, tapi malah berat," kata Kevin.

Untuk uji kualitas, dua remaja ini meminta bantuan TNI, Polisi, dan Perbakin. Empat kali mereka mengujicobanya dan gagal semua. Semua jenis peluru dari senjata organik, masih menembus. Hasil menjanjikan terlihat pada percobaan kelima dan keenam. Menggunakan peluru M-1911 kaliber 0.45 inchi ditembakkan dari jarak 3 meter, ternyata peluru tersebut mental.

"Ujicoba dengan senjata laras pendek. Kami masih akan menyempurnakan karena saat diujicoba dengan senjata laras panjang masih tembus. Tapi kelebihan rompi ini tidak bisa ditembus benda tajam," ujar Iqbal.

Pada prototipe pertama, ketebalan rompi 2,5 cm dan berat 6 kg masih tembus peluru. Namun setelah melalui proses penyempurnaan, kini lapisan anti peluru dari sabut kelapa itu hanya setebal 1,35 cm dan berat 3 kg untuk dua lempeng di depan dan belakang rompi.

"Lapisannya zigzag, jadi fiber kemudian sabut kelapa dan fibber lagi, sabut kelapa lagi, sampai empat lapis direkat pakai resin. Lalu dipres dan dibiarkan seharian," kata Kevin.

Kevin dan Iqbal berharap temuan yang mereka beri nama Stab-resistant and Ballistic Vest Made from Coconut Fiber itu bisa dikembangkan dan bisa menahan jenis peluru yang lebih berat. Terlebih lagi mereka ingin produk ini bisa dimanfaatkan TNI maupun Polri.

"Saya pikir kalau bisa diproduksi massal dengan harga yang murah, TNI dan Polri bersedia memanfaatkan produk anak bangsa ini," tambah Iqbal.

Rompi anti peluru tersebut sudah diikutkan berbagai ajang perlombaaan. Di antaranya adalah 2nd International Science Project Olympiad (ISPrO) 2014 di Jakarta dan memperoleh medali perak, kemudian International Science Project Olimpiade yang juga meraih medali perak, lalu di ajang Karyacipta Teknologi Tepat Guna di Semarang menyabet juara dua.

Soal biaya produksi, Iqbal menyebutkan tidak terlalu mahal. "Untuk biaya produksinya sendiri cuma Rp 800 ribu," tandasnya. (edhie/isk)