Liputan6.com, Jakarta - Sebagai jejaring sosial terpopuler di dunia, Facebook kerap digunakan penggunanya untuk berbagi banyak hal. Salah satu yang paling sering dilakukan oleh pengguna adalah berbagi momen, cerita, ataupun hal-hal menyenangkan lainnya yang dialami. Bahkan tak sedikit yang justru menjadikan Facebook sebagai ajang pamer kehidupan pribadi.
Menurut hasil studi lembaga analisis Pencourage, tren pamer status di Facebook memicu banyak pengguna untuk mem-posting suatu kebohongan. Banyak pengguna yang sengaja mengarang cerita agar kehidupan pribadinya di media sosial terlihat menyenangkan dan keren.
Bahayanya, Pencourage menyatakan bahwa perilaku tersebut berpotensi merusak otak pelakunya. Sebuah kebohongan yang dipublikasikan di jejaring sosial dinilai mampu menyebabkan ingatan masa lalu (ingatan otobiografis) terdistorsi oleh informasi palsu yang dikarang sendiri.Â
"Bersaing dan ingin mengedepankan segala yang terbaik, mencari perhatian atau empati dari orang lain adalah sesuatu yang lumrah. Akan tetapi sisi buruknya adalah ketika Anda jauh tersesat atau menyangkal hal-hal otentik dari diri kita, sampai pada tingkatan kita tak lagi bisa mengenali pengalaman-pengalaman, memori tentang diri kita sendiri," jelas Dr Richard Sherry, psikolog dari tim peneliti Pencourage dikutip dari laman The Telegraph.
Sherry juga mengungkapkan, mayoritas pengguna media sosial berusia 18 hingga 24 tahun cenderung sering berbohong demi meraih eksistensi dan perhatian orang lain. Beberapa hal yang sering dijadikan tema kebohongan adalah permasalahan hubungan cinta, promosi pekerjaan, dan liburan.
(dhi/dew)
Keseringan Bohong di Facebook Bisa Hilang Ingatan
Tren pamer status di situs jejaring sosial Facebook memicu banyak pengguna untuk mem-posting suatu kebohongan.
Advertisement