Sukses

Hindari Kiamat Internet, Pemerintah Diminta Revisi UU

Kriminalisasi kasus Indosat-IM2 memicu isu kiamat internet.

Liputan6.com, Jakarta - Kasus kerjasama Indosat-IM2 yang menyeret mantan Dirut IM2, Indar Atmanto, masih terus bergulir. Indar sendiri sudah dieksekusi ke LP Sukamiskin, Bandung, sejak 16 September 2014 lalu. Namun kasus ini masih menghantui para penyedia layanan internet yang melakukan perjanjian kerjasama bisnis serupa Indosat-IM2.

Isu kiamat internet sejak lama didengungkan oleh penyedia layanan internet yang tergabung di dalam Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) atas terjadinya kasus Indosat-IM2. Semmy Pangerapan selaku Ketua APJII mengaku pihaknya meminta ketegasan hukum terkait penggunaan jaringan yang diatur dalam Undang-undang no.36 tahun 1999.

"Harus dipertegas maksudnya seperti apa yang diatur sebagai pemilik jaringan dan pengguna jaringan. Kalau semua pengguna jaringan harus ikut lelang seperti yang disebutkan dalam tuntutan kepada Indosat-IM2 maka bakalan banyak sekali yang kena tuntutan serupa," kata Semmy di Hotel Akmani, Jakarta.

Di acara diskusi publik bertema 'Kriminalisasi PKS Indosat-IM2, Bom Waktu Kiamat Internet Indonesia' Semmy menyebutkan aturan yang ada tidak menyinggung perbedaan antara penyelenggara jasa internet dan pemilik jaringan. "Ini membingungkan masyarakat dan berakibat kasus Indosat-IM2 kemudian muncul," tambahnya.

APJII pun meminta pemerintah untuk melakukan perombakan di setor Undang-Undang (UU) maupun Peraturan Menteri (Permen) terkait penyelenggaraan kerjasama penggunaan frekuensi agar tidak ada lagi perbedaan pendapat antara pelaku industri telekomunikasi dengan masyarakat umum.

Semmy menyebutkan sejatinya bentuk kerjasama Indosat-IM2 telah sesuai dengan perundang-undangan. Mulai dari Pasal 9 ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, pasal 5 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 21/2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi.

Namun anehnya, proses hukum yang berjalan hingga di tingkat Mahkamah Agung tetap menyatakan Indar bersalah. Ia dituduh melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama melalui putusan MA No. 787 K/PID.SUS/2014 pada tanggal 10 Juli 2014. Indar dijatuhkan hukuman penjara selama 8 tahun dan denda Rp 300 juta.

Tak hanya itu, IM2 juga ikut dihukum untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 1,3 triliun. Apabila IM2 tidak membayar uang pengganti tersebut paling lambat 1 bulan sesudah putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta benda IM2 akan disita oleh Jaksa dan dilelang untuk membayar uang pengganti tersebut.

(den/dhi)