Liputan6.com, Jakarta Kerjasama antara Indosat dan IM2 dalam menyediakan layanan internet berujung pada penahanan Indar Atmanto selaku Direktur Utama IM2. Tudingan penyalahgunaan frekuensi yang merupakan aset terbatas dan merugikan negara menjadi alasan utama penahanan Indar.
Sepanjang proses hukum, Indar disebutkan sebagai terpidana kasus korupsi pengalihan frekuensi 2,1 Ghz. Frekuensi yang ditetapkan pemerintah sebagai lokasi digelarnya layanan 3G itu memang dimanfaatkan IM2 untuk menyediakan layanan internet melalui kerjasama dengan Indosat sebagai pemilik frekuensi.
Nonot Harsono selaku Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menyebut bahwa tuduhan merugikan negara dan berbau korupsi atas kerjasama Indosat-IM2 kurang tepat. Terlebih lagi proses peradilan kerjasama kedua perusahaan itu pernah dilangsungkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Ini sebenarnya masuk dalam sengketa pelanggaran Tindak Pidana Telekomunikasi atau Tipitel bukan korupsi. Jadi, harusnya kasus ini disidangkan di Kominfo bukan di Pengadilan Tipikor," kata Nonot di Jakarta, Rabu (11/2/2015).
Nonot sendiri mengaku telah memberikan penjelasan kepada pihak jaksa penuntut maupun hakim di persidangan kasus kerjasama Indosat-IM2. "Sebenarnya perjanjian kerjasama seperti ini sudah sangat lazim dilakukan antara penyedia layanan internet dengan pemilik jaringan," imbuhnya.
Namun kenyataannya proses hukum terus berlanjut dan telah ditetapkan dengan putusan Mahkamah Agung nomor 787K/PID SUS/2014 tertanggal 10 Juli 2014, yang isinya menetapkan Indar terbukti bersalah dan diganjar hukuman penjara selama 8 tahun dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, hakim juga menghukum untuk membayar uang pengganti sekitar Rp 1,358 triliun.
Indar saat ini telah dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. Sedangkan kewajiban membayar uang pengganti dibebankan kepada pihak perusahaan yakni Indosat dan IM2.
(den/dhi)
BRTI: Kasus Indosat-IM2 `Salah Kamar!`
"Kasus ini seharusnya diproses di Kominfo bukan di Pengadilan Tipikor," kata Nonot Harsono, Komisioner BRTI
Advertisement