Liputan6.com, Jakarta - Nilai dolar Amerika Serikat yang terus meroket mempengaruhi bisnis perusahaan teknologi asal Jepang, Fujitsu Indonesia. Bisnis yang dijalankan perusahaan ini disebutkan mengalami penurunan hingga 15% dari sebelumnya.Â
Â
Meski penurunan terjadi di lini bisnisnya, Achmad Sunuadji Sofwan selaku Managing Director Fujitsu Indonesia mengaku optimis perusahaannya mampu bertahan. Nahkoda Fujitsu Indonesia itu mengklaim telah melakukan berbagai cara untuk membuat bisnisnya berjalan normal.
Â
"Kita lakukan dua cara sebagai strategi menghadapi rupiah yang melemah. Pertama, kita minta pabrikan supaya menahan kenaikkan harga sementara ini agar produk bisa dipasarkan dengan harga yang sama atau tidak jauh berbeda," kata Sofwan.
Â
Produk yang dipasarkan Fujitsu sebagian besar memang diproduksi di luar negeri yang memakai dolar Amerika Serikat sebagai patokan. Meminta pabrik menahan kenaikkan harga, menurut Sofwan, jadi cara yang akurat untuk membendung perubahan minat pasar karena harga produk yang naik.
Â
"Kedua, kita menurunkan margin keuntungan di produk yang seharusnya ikut naik. Mau gak mau kita mengorbankan keuntungan supaya pelanggan merasa kenaikkannya tidak signifikan," tambah Sofwan di Kantor Fujitsu Indonesia.
Â
Menguatnya nilai tukar dolar terhadap mata uang lainnya diklaim Sofwan membuat penurunan penjualan produk secara kuantitas. Sebab, perusahaan atau pelanggan dari pemerintahan biasanya menganggarkan dana belanja memakai rupiah.
Â
"Proyek dari pemerintah atau perusahaan kan biasa ditentukan sejak lama. Nah, kalau nilai tukar rupiah melemah berarti secara value sama tapi kuantitasnya menurun. Ya penurunannya sekitar 10-15%," katanya.
Â
Secara rinci Sofwan mengungkapkan, produk yang terdampak harga dolar Amerika Serikat berupa server, hardisk, komputer jinjing, komputer meja maupun produk solusi berupa software.
Â
Beruntung, Fujitsu juga memiliki lini produk berupa layanan jasa yang dikerjakan tenaga kerja asal Indonesia yang dibayar menggunakan rupiah.Â
Â
(den/isk)
Â