Liputan6.com, Jakarta - Pengamat masalah cyber, Fami Fahruddin, meminta pemerintah untuk lebih serius soal kriteria pemblokiran sebuah situs, termasuk yang berkaitan dengan situs radikal. Ia menyarankan pemblokiran situs sebaiknya jangan dilakukan karena sentimen pribadi.
"Pemerintah harus lebih serius soal kriteria pemblokiran, jangan hanya karena faktor dislike and like atau tergantung mood," kata Fami dalam acara diskusi 'Mengapa Blokir Situs Online' di kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu (4/4/2015).
Fami menilai pemerintah selaku regulator harus lebih memperhatikan kriteria-kriteria yang sesuai. Sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
Sayangnya, kata dia, saat ini belum ada keseriusan dari Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) untuk menangani soal cyber, termasuk pemblokiran situs. Secara khusus ia merujuk pada kriteria pemblokiran situs yang dianggap radikal oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) yaitu penggunaan domain asing (dot (.) com) dan takfiri. Ia menilai kedua kriteria tersebut masih kurang pas, jika mengingat wilayah BNPT adalah berkaitan dengan terorisme.
"Harus ada aturan yang jelas dan sesuai dengan Undang-Undang, tidak asal membuat kriteria. Misalnya soal takfiri, itu kan tidak ada dalam aturan Undang-Undang. Blokir situs radikal boleh, selama sesuai dengan aturan," katanya.
Isu pemblokiran situs online tengah menjadi salah satu topik hangat saat ini, menyusul pengajuan pemblokiran oleh BNPT terhadap situs yang diangkap radikal kepada Kemkominfo. Dari 26 situs yang awalnya diajukan, 19 yang akhirnya diajukan untuk diblokir oleh Internet Service Provider (ISP).
(din/dew)
`Pemblokiran Situs Jangan Karena Faktor Dislike atau Mood`
"Pemerintah harus lebih serius soal kriteria pemblokiran, jangan hanya karena faktor dislike and like atau tergantung mood."
Advertisement