Liputan6.com, Jakarta - Operator telekomunikasi berbasis CDMA, PT Smartfren Telecom Tbk (Smartfren) menutup tahun 2014 dengan hasil yang kurang manis. Perusahaan itu mencatatkan kerugian sebesar Rp 1,379 triliun dalam laporan keuangan miliknya untuk bisnis yang berlangsung di 2014.
Djoko Tata Ibrahim selaku Deputi CEO Smartfren mengaku kerugian yang tercatat dalam laporan keuangan tahunan perusahaannya disebabkan tingginya biaya sewa menara base transceiver station (BTS) maupun pembayaran biaya hak (BHP) frekuensi kepada pemerintah.
Baca Juga
Ia pun mengaku perusahaannya tak mau mengulang catatan merah yang terjadi pada bisnis tahun lalu. Smartfren mengungkap telah memiliki sederet strategi yang bakal dilangsungkan demi mendongkrak pendapatan dan memperbesar pendapatan dari sisi layanan data ketimbang layanan suara.
Advertisement
"Internet kan lagi booming. Nah, kita akan tingkatkan revenue sebesar 60% untuk data dan 20% dari voice di tahun ini supaya bisa dapat EBITDA positif dalam laporan keuangan," papar Djoko di Hotel Sultan, Jakarta.
Selain itu, perusahaan juga mengaku akan memanfaatkan popularitas yang terdapat di brand Andromax miliknya. Smartfren mengaku bakalan meluncurkan lebih banyak smartphone di garis Andromax untuk pasar Indonesia yang dibanderol tetap dengan harga terjangkau sebagai ciri khasnya.
"Di kuartal pertama kita sudah bisa menjual lebih dari 500 ribu unit Andromax. Tiga tipe terlaris adalah Andromax C3, G2, dan C2s. Dari total penjualan 500 ribuan unit, 70% yang terjual itu dari series C," imbuh Djoko.
Dua handset Andromax teranyar yang diluncurkan Smartfren ditargetkan terjual sebanyak 300 ribu unit dalam satu kuartal.
"Kita punya 1600 toko yang tersebar di seluruh Indonesia. Supaya target sampai, kita akan jual Andromax C3s dan C3si lewat toko-toko itu," tandasya.
(den/isk)