Sukses

Ini Penyebab Google+ Gagal Jadi Jejaring Sosial Populer

Secara teknis, padahal jumlah pengguna layanan Google+ sebenarnya tak kalah dari jejaring sosial lain.

Liputan6.com, Jakarta - Layanan jejaring sosial menjadi pasar yang begitu seksi di ranah bisnis berbasis internet. Dipelopori oleh Facebook, sejumlah jejaring sosial lain pun bermunculan merengkuh kesuksesan dan hingga kini berhasil menjadi bagian penting dari kehidupan sehari-hari penggunanya. 

Google selaku perusahaan raksasa berbasis internet tentunya tidak mau ketinggalan, pada pertengahan 2011 mereka pun memutuskan untuk turut menginvasi pasar jejaring sosial dengan meluncurkan Google+.

Namun sayang, entah kenapa basis pengguna Google yang begitu masif ternyata tidak mampu mengangkat eksistensi Google+. Pengguna sepertinya enggan melirik Google+, mereka lebih setia pada Facebook, Twitter, Instagram, atau bahkan Path, jejaring sosial baru yang sukses menjadi hype di Indonesia. 

Mengapa?

Secara teknis, jumlah pengguna Google+ sebenarnya tak kalah dari jejaring sosial lain, malah salah satu yang terbesar. Akan tetapi, hal tersebut terjadi karena Google memberlakukan sistem "satu akun untuk semua layanan".

Ini artinya, para pemilik akun Gmail udah secara otomatis terdaftar sebagai pemilik akun seluruh layanan Google, termasuk Google+, Google Drive, Google Play Store, dan lain-lain.

Tetapi nyatanya tidak semua pemilik akun Google menggunakan Google+. Yang dengan kata lain dapat disimpulkan, Google+ memiliki banyak pengguna terdaftar, namun bukan pengguna aktif.

Menurut data yang dirilis oleh Kevin Anderson dari perusahaan riset Edward Morbis, saat ini tercatat ada sekitar 2,2 miliar akun Google+ terdaftar. Ironisnya, hanya ada sekitar 6% dari mereka yang benar-benar aktif menggunakan Google+ di sepanjang tahun 2015.

Berbicara kepada Business Insider, salah seorang mantan pegawai Google yang tak mau disebutkan identitasnya mengaku mengetahui masalah utama dari Google+. Menurutnya, Google tak punya fokus jelas dengan Google+.

Di Google+, Google terlalu berusaha menyatukan seluruh konsep jejaring sosial yang ada, seperti Facebook, Twitter dan Instagram. Kondisi ini membuat pengguna tidak melihat sesuatu yang benar-benar orisinil dari Google+.

Selain itu, sang mantan pegawai juga mengatakan bahwa Google sudah kadung terlambat memasuki bisnis jejaring sosial.

(dhi/dew)

Video Terkini