Liputan6.com, Bogor - Perkembangan teknologi semakin mempermudah anak-anak untuk mengakses internet. Namun sayangnya, tidak sedikit dari mereka justru menjadi korban penjahat dunia maya.
Berangkat dari keprihatan mengenai keselamatan anak Indonesia di internet, sejumlah institusi yaitu Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Yayasan Nawala, Yayasan SEJIWA, ECPAT Indonesia, Relawan TIK, dan ICT Watch, mendirikan sebuah hub bernama Indonesia Child Online Protection (ID-COP).
Forum yang berdiri sejak awal tahun ini bekerja dalam menerima laporan dan keluhan masyarakat yang berkaitan dengan child trafficking (perdagangan anak), cyber bullying (kekerasan di internet), dan online child prostitution (prostitusi anak di online).
Wakil Ketua KPAI, Maria Advianti, berharap ID-COP dapat meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya yang mengancam anak-anak di internet, serta menguatkan pengetahuan dan pengalaman para pengambil keputusan dalam mengatasi kasus-kasus di dunia maya yang menargetkan anak-anak.
Selain itu, katanya, kerjasama semua pihak sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah tersebut termasuk pemerintah, LSM, akademisi hingga sektor swasta dan para ahli teknis.
"Kasus pornografi dan kriminal di dunia maya yang menargetkan anak-anak sebagai korban semakin meningkat, karena itu kami merasa perlu untuk melakukan sosialisasi dengan memberikan edukasi cara mengatasi bahaya di internet," jelas Maria dalam acara Konsultasi Publik - Perlindungan Anak di Dunia Maya di Bogor, Kamis (17/9/2015).
Berdasarkan data KPAI, sejak 2011 sampai 2014, ada 932 laporan kasus pornografi dan kriminal di dunia maya yang menargetkan anak-anak sebagai korban. Jumlah itu, katanya, diprediksi akan meningkat pada tahun ini.
“Untuk data tahun ini saya belum ada, tapi kecenderungannya mengalami peningkatan setiap tahun,” sambungnya.
Keprihatinan mengenai keselamatan anak di dunia maya juga didukung dengan berbagai data lainnya. Maria pun tak mmenampik jika beberapa anak-anak yang awalnya menjadi korban pornografi dan kriminal di internet, akhirnya beralih menjadi pelaku.
Berdasarkan survei Biro Pusat Statistik, menunjukkan bahwa antara 2010 – 2014, ada 80 juta anak yang telah mengakses pornografi online, jumlahnya terus meningkat.
Sebanyak 90% anak-anak yang mengakses pornografi online, telah mengawali pengalamannya ketika mereka berusia sekitar 11 tahun, dan mereka mengakses situs-situs porno justru ketika tengah mengerjakan tugas-tugas sekolahnya.
“Anak-anak rentan terpapar pornografi, sedangkan negara sepertinya masih bingung harus melakukan apa, mengingat internet adalah ruang publik. Anak-anak adalah kelompok khusus, karena itu kita juga membutuhkan cara-cara khusus,” ungkap Maria.
ID-COP, kata Maria, terbuka menawarkan ‘menu-menu’ untuk pemerintah sebagai upaya melindungi anak-anak dari pornografi dan kejahatan online lainnya.
“Pemerintah perlu melakukan upaya skala masif untuk mengedukasi soal internet agar anak-anak, orangtua, dan lembaga sekolah tercerahkan soal seperti apa internet yang ramah anak. Dengan demikian, mereka jadi lebih paham soal pencegahan kasus-kasus yang mengancam anak di internet,” katanya.
(din/isk)
ID-COP Kawal Keselamatan Anak-anak di Dunia Maya
Antara 2010 – 2014, ada 80 juta anak yang telah mengakses pornografi online, jumlahnya terus meningkat.
Advertisement