Sukses

Groupon Rumahkan Ribuan Karyawan

Sekitar 1100 karyawan dirumahkan oleh perusahaan e-commerce ini, apa penyebabnya?

Liputan6.com, Chicago - Salah satu e-commerce global ternama, Groupon, dikabarkan akan melengserkan sekitar 1100 karyawan - atau sekitar 10 persen dari total tenaga kerjanya pada tahun ini. Bahkan, perusahaan yang didirikan sejak 2008 tersebut juga akan menutup cabang operasionalnya di tujuh negara.

Menurut informasi yang dilaporkan laman USA Today, Rabu (23/9/2015), selama beberapa tahun terakhir ini Groupon mengalami pasang surut finansial. Chief Operating Officer (COO) Groupon, Rich Williams, mengumumkan perumahan karyawan dan penutupan cabang operasional pada Selasa kemarin, 22 September 2015.

Williams mengungkap, karyawan Groupon yang akan di-PHK tidak akan terjadi secara instan. Namun, jumlah karyawan akan `tereliminasi` secara perlahan. Puncak pemotongan karyawan diprediksi akan berakhir pada September 2015. Untuk saat ini, Groupon memiliki total 11,800 karyawan di seluruh dunia.

Pasang surut finansial yang dialami Groupon mulanya terjadi pada pertumbuhan pendapatan yang begitu pelan, apalagi Groupon juga mengalami efek kenaikan dolar yang sangat berdampak tidak baik.

Jumlah pendapatan perusahaan ini, jika dihitung secara keseluruhan hanya terpatok di angka 43 persen dari tahun 2014. Dengan demikian, Groupon harus melakukan restrukturisasi cabang operasional di luar Amerika Serikat. Cabang operasional yang ditutup melingkupi Maroko, Panama, Filipina, Puerto Rico, Taiwan, Thailand, dan Uruguay.

Bulan lalu, Groupon menyegel cabang operasionalnya di Yunani dan Turki. Selain itu, perusahaan ini juga berencana menjual saham cabang bisnisnya, Ticket Monster, sebuah perusahaan mobile-commerce yang berlokasi di Korea Selatan, dengan nilai US$ 360 juta atau sekitar Rp 5,2 triliun.

"Kami telah memikirkan hal ini secara matang. Kami melihat bahwa investment yang dilakukan nyatanya membutuhkan kami untuk lebih memanfaatkan teknologi, tools, dan marketplace untuk semua cabang operasional kami yang berada di lebih dari 40 negara. Hal tersebut rupanya tidak sebanding dengan apa yang kami dapat pada saat ini," kata William.

"Kami percaya, keputusan yang kami buat akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar. Kami harus lebih fokus ke sumber daya manusia dan nilai dolar di beberapa negara di mana kami beroperasi," tambahnya. 

(jek/isk)

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini