Liputan6.com, Jakarta - Kaspersky Lab dan B2B International menemukan fakta bahwa hampir setengah dari pengguna internet (45%) harus berhadapan dengan piranti lunak berbahaya pada tahun lalu dan di kebanyakan kasus (81%) berdampak buruk terhadap pengguna dan perangkatnya.
Malware tercatat paling sering ditemukan di komputer berbasis Windows. 83% pengguna Windows menyatakan mereka telah terpengaruh dampaknya selama 12 bulan terakhir. Namun, pengguna perangkat berbasis Android dan Mac OS X juga tidak kebal, masing-masing pengguna, sebanyak 13% dan 6% menyatakan juga terinfeksi.
12% pengguna percaya bahwa perangkat mereka terinfeksi setelah mengunjungi situs mencurigakan; flash disk USB milik orang lain, perangkat terinfeksi lainnya, dan instalasi aplikasi berbahaya yang tersamarkan sebagai program resmi yang masing-masing berkontribusi sebesar 8% sebagai penyebab infeksi.
Advertisement
Sementara 7% responden lainnya dari survei mengatakan bahwa perangkat mereka terinfeksi setelah membuka lampiran surel. Uniknya, jawaban terbanyak, sebesar 13%, tidak dapat menjelaskan mengapa perangkat mereka dapat terinfeksi malware.
“Biaya dan efek tak menyenangkan dari sebuah infeksi malware dapat dihindari dengan sedikit sikap bijaksana. Contohnya, jangan menghubungkan USB yang tidak terverifikasi pada perangkat, hanya gunakan toko aplikasi resmi, menjaga sistem operasi dan aplikasi up to date dan scan data-data dengan program sekuritas sebelum membukanya," kata Elena Kharchenko, Head of Consumer Product Management Kaspersky Lab, melalui keterangan resminya, Minggu (27/9/2015).
"Kemampuan untuk memprediksi segala sesuatu yang berpotensi menjadi masalah dan mengambil langkah pencegahan adalah kunci agar tetap aman,” sambungnya.
4 dari 5 infeksi secara signifikan menyebabkan masalah bagi korban. Yang paling sering (35% dari keseluruhan kasus), pengguna menyadari bahwa performa komputer mereka melambat, 30% responden mengalami banjir iklan yang tidak diinginkan (misalnya, browser mengarahkan mereka ke situs yang tidak diinginkan), dan 20% responden menemukan program yang tidak diinginkan di perangkatnya.
Di antara semua dampak-dampak negatif ini, yang paling berbahaya adalah perubahan dalam browser atau pengaturan sistem operasi tanpa sepengetahuan si pengguna (17%), kerugian (10%) atau pencurian data pribadi (8%), publikasi tanpa izin atau ‘like’ di media sosial (9%), dan peretasan webcam (6%).
Sebagai tambahan, responden juga menyinggung adanya tebusan yang harus mereka bayarkan kepada penjahat cyber untuk membuka blokir perangkat (11% dari seluruh kasus)atau dekripsi data pribadi (6%) setelah terinfeksi ransomware.
Secara keseluruhan, setiap pengguna ketiga (33%) mengalami kerugian finansial akibat infeksi malware. Selain harus membayar tebusan, korban juga harus mengeluarkan uang untuk memulihkan perangkat atau data, menghilangkan efek samping infeksi pada piranti lunak, dan beberapa bahkan harus membeli perangkat pengganti. Ketika terjadi kerugian finansial, jumlah rata-rata biaya setiap serangan adalah sebesar USD160.
(isk/dhi)