Liputan6.com, Jakarta - PBB beberapa waktu lalu menunjukkan dukungan bagi para pelaku layanan internet, baik swasta maupun pemerintah untuk dapat membendung gelombang kekerasan terhadap perempuan secara online.
Dikutip dari laman CNET, Senin (28/9/2015), PBB melalui komisi penyiarannya menyatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan secara online sekarang ini dapat dikatakan sebagai sebuah masalah krusial.
Data yang dikumpulkan PBB menemukan bahwa ada 73 persen perempuan yang mengalami kasus kekerasan secara online atau yang disebut cyberviolence. Dari 86 negara yang disurvei, ditemukan data bahwa hanya ada 26 persen lembaga hukum yang mengambil tindakan terhadap kekerasan tersebut.
Kekerasan terhadap perempuan di dunia maya ternyata berdampak juga ke masyarakat. Laporan tersebut menyebutkan bahwa ada beberapa kasus pemerkosaan dan pembunuhan berawal dari status yang ditulis perempuan di internet.
Bentuk kekerasan terhadap perempuan di dunia online salah satunya adalah pembatasan kebebasan berbicara untuk perempuan di dunia maya. Dengan demikian, banyak perempuan yang takut untuk menyuarakan pendapatnya secara online.
"Pelecahan yang dilakukan secara online tetap saja merupakan pelecahan sehingga memiliki konsekuensi yang sangat nyata," ungkap Phumzile Mlambo-Ngcuka, Direktur Eksekutif dari PBB urusan perempuan.
PBB mendesak para pelaku industri untuk mengembangkan sistem yang lebih melalui kerja sama dengan lembaga penegak hukum dalam mengatur proses yang terjadi dalam dunia online.
Seperti menghapus konten-konten yang berpotensi kasar dan berbahaya, sekaligus menerapkan transparansi dalam upaya untuk mengungkapkan cara mengatasi kekerasan terhadap perempuan secara online.
(Dam/Isk/*)
PBB: 73% Perempuan Alami Kekerasan secara Online
Dengan kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di dunia maya, PBB mendesak semua pihak bekerja sama untuk menanggulanginya.
Advertisement