Liputan6.com, Jakarta - Kegunaan media sosial sekarang ini memang sudah jauh dari apa yang dibayangkan sebelumnya. Jika sebelumnya hanya digunakan sebagai saling menjalin relasi atau sekadar memperoleh informasi, Twitter ternyata dapat digunakan untuk mendeteksi gempa.
Namun, cara yang digunakan Twitter tidak sama dengan pengolahan data yang dilakukan menggunakan seismometer, melainkan dari hasil kicauan pengguna Twitter yang segera menuliskan reaksinya ketika terjadinya gempa.
Bahkan, seperti dikutip dari laman Digital Trends, Minggu (11/10/2015), informasi yang diperoleh dari Twitter lebih cepat dari yang diterima seismometer, dengan waktu kurang dari 30 detik.
Untuk itu, USGS (Badan Survey Geologi Amerika Serikat) yang awalnya skeptis dengan hal ini segera melakukan pendalaman untuk dapat memperoleh hasil lebih dari platform ini.
USGS kemudian menggandeng Paul Earle, seorang seismologis dan Michelle Guy, seorang pengembang software untuk melihat lebih dekat pada API (Application Program Interface) milik Twitter. Mereka menemukan bahwa ketika terjadi gempa, banyak kicauan orang yang merasakan hal tersebut cenderung singkat.
Tidak hanya itu, keduanya juga menemukan bahwa banyak dari orang yang berkicau tentang gempa tersebut tidak menautkannya dengan sumber utama atau menyebutkan ukuran gempa.
Setelah dilakukan penyaringan, USGS lalu menyimpulkan bahwa data yang dikumpulkan dari Twitter tersebut secara signifikan dapat membantu menentukan terjadinya gempa bumi secara global.
Meskipun data yang diperoleh melalui Twitter ini tidak sepenuhnya merupakan sebuah inovasi yang revolusiner, namun diharapkan dapat membantu orang untuk lebih sadar akan bahaya potensial yang mungkin hadir akibat gempa bumi.
(dam/isk)
Advertisement