Sukses

Sepak Terjang Marissa Mayer Tiga Tahun Memimpin Yahoo

Datang dengan harapan besar dapat mengubah Yahoo, kini banyak pihak mulai mempertanyakan kinerja Marissa Mayer.

Liputan6.com, Jakarta - Langkah Yahoo menunjuk Marissa Mayer yang kala itu menjadi karyawan Google menjadi CEO, menurut sebagian pihak merupakan pilihan tepat. Dipilihnya Marissa Mayer menjadi presiden dan CEO diharapkan dapat menjadi titik balik Yahoo untuk mengembalikan kejayaannya.

Salah satu langkah pertama Mayer di awal kepemimpinannya adalah dengan merumahkan kurang lebih 2.000 karyawan dari keseluruhan 14.000 karyawan Yahoo. Alasan Mayer kala itu adalah untuk efisiensi dan mendorong efektifitas kinerja. 

Namun, kendati sudah tiga tahun memimpin Yahoo, nyatanya Mayer dianggap belum mampu mengembalikan performa Yahoo seperti dulu. Mengutip informasi dari laman Economist, Minggu (25/10/2015), meskipun saham Yahoo sempat naik saat Mayer terpilih, namun saat ini pendatan dan laba Yahoo tetap jatuh.

Tahun ini saja menurut Mark Mahaney dari RBC Capital, pendapatan Yahoo turun sebesar 45 persen dari 2012 dan menjadi yang terendah dalam sejarah Yahoo sejak satu dekade. 

Selain itu, investasi Mayer sebesar US$ 2,2 miliar untuk keperluan iklan dengan membeli beberapa perusahaan seperti BrightRoll, perusahaan video iklan, tidak membuahkan hasil.

Bahkan, meskipun telah melakukan langkah tersebut saham dari belanja iklan Yahoo terus berkurang. Berbeda dengan saingannya Google dan Facebook yang terus meningkat.

Dikenal sebagai platform web terbesar ketiga di Amerika Serikat setelah Google dan Facebook, Yahoo dianggap belum mampu hadirkan layanan iklan untuk target spesifik kendati memiliki banyak pilihan. 

Bahkan, ketika dilakukan survei kepada pengiklan untuk memberi peringkat kepada perusahaan online berdasarkan laba yang diperoleh, Yahoo hanya mendapat urutan ke enam, di bawah Google, Facebook, YouTube, Twitter, dan bahkan LinkedIn.


2 dari 2 halaman

Mayer mundur?

Oleh karena itu, tidak sedikit pihak yang mulai menyangsikan kepemimpin Mayer. Bahkan, beberapa di antaranya menilai, dipilihnya Mayer sebagai CEO adalah sebuah kesalahan. Sebab, Mayer dianggap tidak memiliki pengalaman memimpin perusahaan dan menjalankan bisnis periklanan.

Sepak terjang Mayer sering dibandingkan dengan Tim Armstrong, mantan pekerja Google sama seperti Mayer, yang kini memimpin AOL. Terlebih keduanya hadir di saat masing-masing perusahaan sedang menghadapi masa sulit.

Namun, langkah Armstrong yang berani berinventasi di kawasan sedang berkembang dipandang sebagai hal yang tepat. Menurut Brian Wieser dari Pivotal Research, langkah Armstrong dengan berinvestasi di konten khusus, seperti video dan teknologi berhasil memastikan iklan tersampaikan untuk target yang dituju.

Dengan keadaan yang demikian, maka Yahoo dapat menjadi incaran perusahaan yang lebih besar. Terlebih sekarang ini Yahoo berdiri sendiri tanpa adanya sokongan dari perusahaan lain.

Oleh karena itu, banyak pihak menilai bahwa saat ini adalah waktu yang tepat bagi Mayer untuk meninggalkan Yahoo dengan anggun sebelum akhirnya banyak kehilangan kepercayaan padanya. 

(dam/isk)