Liputan6.com, Melbourne - Kabut asap yang melanda sebagian besar wilayah di Tanah Air telah menjadi isu serius. Bahkan, kalangan peneliti ikut mencoba mencari cara untuk bisa mengakali hal tersebut agar tidak menjadi semakin parah di beberapa titik wilayah Indonesia serta negara lain.
Karena itu, sebuah terobosan baru untuk mencegah kabut asap diciptakan oleh sekelompok peneliti asal Australia dan Tiongkok dengan menciptakan sebuah sensor yang kelak akan disematkan di perangkat smartphone.
Adalah Kourosh Kalantar-zadeh, seorang ilmuwan RMIT University dari divisi Advanced Electronic and Sensors, yang mencoba menemukan manfaat material tin disulphide. Material ini bisa digunakan sebagai sensor untuk 'membaca' kadar nitrogen dioksida (NO2) di udara.
Awalnya pria keturunan Iran ini menyadari istrinya yang sedang hamil didiagnosis preeclampsia, sebuah kondisi berbahaya yang disebabkan oleh asupan kadar NO2 yang masuk ke dalam tubuh ibu hamil dan menyebabkan tekanan darah tinggi. Akhirnya ia mencoba menciptakan sebuah sensor yang bisa mendeteksi kadar NO2 dengan mengajak kerja sama rekannya dari Chinese Academy of Sciences.
"Material ini benar-benar ajaib. Permukaan material ini memiliki energi yang mampu menjaring unsur molekul nitrogen dioksida," tuturnya sebagaimana tim Tekno Liputan6.com kutip dari Mashable, Jumat (30/10/2015).
Kalantar-zadeh menambahkan, pemanfaatan material tin disulphide sebagai sensor ini belum pernah digunakan sama sekali untuk mendeteksi kadar asap. "Alangkah baiknya jika material ini bisa disematkan di perangkat smartphone agar banyak orang bisa memanfaatkan perangkatnya demi mencegah asap," ucapnya.
Menariknya, mekanisme kerja sensor ini hanya bisa mendeteksi NO2 dan tidak dapat mendeteksi unsur gas lainnya. Ini memudahkan banyak orang untuk bisa lebih mudah menyadari adanya kandungan NO2 yang ditemukan di udara.
Baca Juga:
Advertisement
"Selain untuk perangkat smartphone, material ini bisa digunakan untuk sensor yang bisa ditempel di dinding rumah bahkan di mobil. Mungkin ini saatnya sekarang kita harus lebih sadar akan bahaya kandungan NO2 di udara," ujarnya.
Saat ini, Kalantar-zadeh dengan timnya sedang melanjutkan proses pengembangan sensor tin disulphide serta mengadakan riset publik tentang pentingnya bahaya kabut asap.
"Saya juga perlu mengadakan riset soal penemuan sensor ini. Saya berharap publik bisa lebih menyadari bahwa kita harus bergerak dan tidak bisa tinggal diam soal bahaya asap yang tersebar di beberapa titik bumi ini," ujarnya.
(Jek/Dew)*