Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) bersama Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebelumnya sepakat untuk merevisi Undang-Undang no. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Namun hingga saat ini revisi UU tersebut belum terselesaikan.
Sejumlah ormas seperti Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet), Elsam, dan Kontras bahkan telah lama mendesak revisi UU ITE. Pasalnya, sejumlah pasal kerap menuai masalah, yang diantaranya adalah pasal 27 ayat 1 dan 3, pasal 28 ayat 2, dan pasal 31 ayat 3.
Berkenaan dengan hal tersebut, akun Twitter @suratedaran yang dikelola bersama oleh Forum Demokrasi Digital dan Safenet buka suara. "Malam Netizen Indonesia... ada yg tau di mana nyangkutnya naskah Revisi UU ITE? Kontak kami," kicaunya.
Namun, dalam tanda kutip "hilangnya" revisi UU ITE di sini, terang @suratedaran, bukan naskahnya yang benar-benar menghilang, melainkan momennya, dimana revisi UU ITE terancam batal, mengingat masa sidang DPR di 2015 ini sudah akan segera usai, dan naskah revisi UU ITE tersebut belum masuk ke DPR. Dengan demikian revisi UU ITE bisa jadi diundur sampai 2016.
"Dikatakan 'hilang' dng tanda kutip, artinya di mana posisi dokumen Revisi UU ITE tidak diketahui, entah nyangkut, tersembunyi, atau lainnya," tulis @suratedaran menegaskan makna hilang kepada netizen.
Sejumlah pegiat internet berharap, revisi UU ITE ini harus disegerakan karena semakin banyak pengguna internet yang terjerat pasal karet UU ITE dari sejak 2008 hingga November 2015. Safenet mencatat sudah ada 118 pengguna internet yang terjerat sejumlah pasal yang terkandung dalam UU ITE.
"Revisi UU ITE bukanlah untuk membebaskan mereka yg bersalah, tp melindungi mereka yg sampaikan kebenaran tdk (diancam) dipenjara karenanya," pungkas @suratedaran.
(isk/cas)