Sukses

Bos Tesla Jadi Penggagas Kecerdasan Buatan Terbuka

Lama didominasi oleh raksasa teknologi dan kampus riset, kini ada pemain baru di dunia kecerdasan terbuka.

Liputan6.com, Jakarta - Dalam beberapa tahun terakhir, dunia kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) terutama telah didominasi oleh raksasa teknologi dengan infrastruktur komputasi besar seperti Google dan Facebook, atau kampus-kampus riset seperti MIT dan Stanford Univeristy.

Sekarang, ada pemain lain di bidang ini: OpenAI (Open Artificial Intelligence/Kecerdasan Buatan Terbuka). Perusahaan riset nirlaba ini didukung oleh Elon Musk (dari SpaceX dan Tesla), Sam Altman (Y Combinator), serta investor Peter Thiel (yang bekerja dengan Musk di PayPal).

Mereka mengklaim telah mengumpulkan US$ 1 miliar yang berasal dari orang-orang seperti Thiel dan Amazon Web Services.

"Kami percaya kecerdasan buatan harus menjadi kepanjangan dari kehendak individu manusia, dan dalam semangat kebebasan, kecerdasan buatan juga harus tersebar secara luas dan merata," tulis OpenAI di blog resminya, sebagaimana dikutip dari Popular Science, Senin (13/10/2015).

Tujuan di balik OpenAI ini adalah membuat ruang lingkup AI agak lebih sempit atau mengerucut. Saat ini, mesin AI sudah mampu mengidentifikasi orang, atau menjawab pertanyaan, tetapi tidak untuk melakukan keduanya.

Namun tujuan akhir dalam penelitian AI adalah untuk membuat kecerdasan ini lebih umum dan berterima bagi masyarakat, tepatnya memiliki algoritma yang dapat melakukan semuanya.

Untuk mengejar hal itu, tim pendiri OpenAI mengandeng Ilya Sutskever sebagai direktur penelitian. Sutskever merupakan seorang peneliti di Google yang telah bekerja dengan beberapa nama paling terkenal di dunia AI dan mesin pembelajaran, seperti Geoff Hinton dan Andrew Ng, yang mana keduanya masing-masing bekerja dengan Google dan Baidu.

Organisasi ini bersifat nirlaba dan berdiri hanya untuk "menghabiskan" dana miliaran dolar mereka dalam beberapa tahun ke depan. Mereka berharap untuk dapat berkolaborasi secara bebas dengan lembaga-lembaga lainnya.

Adapun keterlibatan Musk perlu mendapat perhatian khusus, mengingat pendiri SpaceX ini sebelumnya menyatakan kekhawatiran bahwa kecerdasan buatan bisa lebih berbahaya daripada senjata nuklir.

(Why/Cas)

Video Terkini