Liputan6.com, Jakarta - Untuk mengeksplorasi teknik penciptaan digital dan biologi, sekelompok peneliti Mediated Matter di MIT Media Lab menciptakan sebuah kubah yang terbuat dari serat sutera dan ditenun oleh robot.
Kubah yang disebut Silk Pavillion ini adalah percobaan arsitektur dengan teknik '3-D printed' menggunakan 6.500 ulat sutera hidup. Manusia telah mengembangbiakkan ulat sutera untuk kain selama lebih dari 5.000 tahun, tetapi profesor MIT Media Lab Neri Oxman menggabungkan naluri ulat sutera dengan efisiensi komputerisasi.
Mengutip laman Wired, Kamis (24/12/2015), Oxman yang memimpin proyek ini bereksperimen dengan desain dan teknologi fabrikasi canggih.
Ia bersama timnya pengembangan robot berukuran mikro yang dapat membangun struktur 'beton' dengan printer 3-D, produk high-fashion yang terinspirasi dari struktur biologis.
Oxman dan timnya - Markus Kayser, Jared Laucks, Carlos David Gonzales Uribe, dan Jorge Duro-Royo - menyebut metode fabrikasi hybrid ini dengan nama CNSilk.
Baca Juga
Proyek ini dimulai dengan percobaan untuk melihat apakah pola spinning dari ulat sutera dapat dikendalikan dengan mengubah lingkungan mereka.
Ternyata mereka bisa, dan temuan ini memungkinkan Oxman untuk mengembangkan program Computer-aided design (CAD) guna mengontrol pergerakan ulat sutera.
Sebuah perancah aluminium dibangun dan robot CNC digunakan untuk membuat kisi-kisi di dalam pola yang akan memberikan landasan untuk pergerakan ulat sutera.
Aluminium dan benang-benang tipis digantung di atrium MIT dan ribuan ulat sutera berjalan di atasnya. Mereka menyerbu permukaan struktur dan mengeluarkan serat benang sutra yang pada akhirnya menciptakan sebuah kubah.
Konsep menggunakan ulat sutera untuk rekayasa struktural memang terdengar aneh, namun memiliki sejumlah manfaat. "Ulat sutera mewujudkan segala sistem fabrikasi aditif saat ini," ujar Oxman.
"Ini adalah bahan struktural dengan fungsi spesifik; berukuran kecil dan pergerakannya gesit; dapat berputar, bukan cetak, dan struktur berserat non-homogen tanpa limbah. Dalam lebih dari satu cara, ulat sutera adalah multi-material canggih dan multi-axis 3-D printer," papar Oxman.
Menurut Oxman, mempelajari proses alami ulat sutera saat membuat kepompong, memungkinkan para ilmuan mengembangkan cara-cara mencetak struktur arsitektur dengan lebih efisien ketimbang teknologi pencetakan 3D.
Kebanyakan printer 3-D saat ini akan mengalami kesulitan mencetak sesuatu yang lebih besar daripada kemudi mobil, tapi dengan sedikit bantuan "MakerBugs" ini, dapat membangun struktur berukuran rumah-rumah kecil.
(Isk/Cas)