Liputan6.com, Jakarta - Sidecar, layanan ride-sharing dan pengiriman, akan menghentikan operasinya per 31 Desember hari ini. Hal ini, diungkap oleh sang pendiri, Sunil Paul dan Jahan Khanna, yang dikutip dari The Verge, Kamis (31/12/2015).
Perusahaan yang berbasis di San Francisco ini telah berjuang dalam beberapa tahun terakhir untuk keluar dari bayang-bayang para pesaingnya yang lebih besar, seperti Uber dan Lyft.
"Menghentikan layanan Sidecar adalah kekecewaan bagi tim dan penggemar kami," ujar Paulus dan Khanna dalam sebuah tulisan di Medium.
Kerugian modal yang signifikan, menurut tulisan itu, merupakan salah satu alasan mengapa layanan Sidecar harus dihentikan.
"Dampak dari pekerjaan kami, bagaimana pun juga, akan dirasakan bagi generasi mendatang. Kami mengubah hukum transportasi dan menciptakan modus transportasi baru yang telah mengubah kota dan membuat hidup lebih mudah dan lebih baik bagi jutaan orang," demikian tulisan tersebut.
Layanan ini dimulai pada 2011 sebagai layanan ride-sharing yang bersifat peer-to-peer dan on-demand pada akhir 2015, Sidecar telah bergeser menjadi sebuah perusahaan pengiriman yang bersifat business-to-business.
Baca Juga
Ini diluncurkan kembali pada awal 2014 dengan tujuan mendorong para pengemudinya menawarkan lebih dari sentuhan pribadi kepada para pengendara, lengkap dengan gambar dan catatan tentang diri mereka sendiri atau "fasilitas" mobil seperti pengisi baterai telepon atau air gratis.
Sidecar juga harus berjuang mengimbangi penggalangan dana luar biasa dari Uber dan Lyft. Menurut CrunchBase, Sidecar diketahui hanya meraih pendanaan senilai US$ 35 juta dalam 5 putaran pendanaan. Sebagai perbandingan, valuasi Uber dilaporkan mencapai US$ 62,5 miliar.
Padahal, Sidecar didukung oleh investor besar seperti Google Ventures, Lightspeed Venture Partners, dan Sir Richard Branson, yang sebagian di antaranya juga telah berinvestasi di Uber dan Lyft.
Pakar ride-sharing meratapi hilangnya salah satu nenek moyang industri ride-sharing ini.
"Sidecar datang dengan semua teknologi keren yang Uber dan Lyft uji di tahun-tahun kemudian, seperti filter tujuan, harga kustom, kemampuan untuk menetapkan pengemudi favorit, berkendara back-to-back, dan kemampuan bagi penumpang untuk memilih pengemudi yang mereka inginkan di aplikasi itu," tulis Harry Campbell, yang dijuluki Rideshare Guy, di blog miliknya.
Namun, Paul dan Khanna mengklaim bahwa Sidecar akan tetap ada, meskipun dalam bentuk yang masih belum jelas.
"Ini adalah akhir dari jalan untuk naik Sidecar dan menikmati layanan pengirimannya, tapi ini bukan berarti akhir dari perjalanan bagi Sidecar," tulis Paul dan Khann, yang mengisyaratkan "petualangan besar berikutnya di 2016".
(Why/Cas)**