Liputan6.com, Jakarta - Baru-baru ini kabar kurang menyenangkan datang dari Twitter. Situs microblogging tersebut telah diperkarakan secara hukum oleh seorang janda dari korban serangan ISIS di Yordania.
Penggunggat bernama Tamara Fields itu menyebut Twitter telah memberikan kesempatan bersuara bagi ISIS melalui akun-akunnya di Twitter. Tak hanya itu, perusahaan yang berbasis di San Fransisco ini dianggap secara sadar membiarkan kelompok militan tersebut menggunakan jaringannya untuk menyebarkan propaganda, mengumpulkan dana, termasuk menjaring anggota baru.
Fields sendiri diketahui baru saja kehilangan suaminya yang menjadi korban dalam serangan ISIS di Amman pada November tahun lalu. Ketika itu, suami Field sedang bertugas dalam pusat pelatihan polisi di ibu kota Yordania tersebut.
Dalam gugatannya, Field menyebutkan bahwa perusahaan yang saat ini dipimpin oleh Jack Dorsey ini dianggap memberikan keleluasaan bagi ISIS untuk mempertahankan akun resminya di Twitter.
"Tanpa Twitter, pertumbuhan ISIS selama beberapa tahun terakhir sebagai kelompok teroris yang paling ditakuti di dunia tidak mungkin terjadi," ujar Field dalam gugatannya, seperti dikutip dari laman Reuters, Minggu (17/1/2016).
Field juga meminta ganti rugi terhadap Twitter hingga tiga kali lipat, karena disebut telah melanggar Undang-undang Federal Antiterorisme. Media sosial itu dianggap menyediakan dukungan materiil terhadap tindak terorisme.
Baca Juga
Di sisi lain, Twitter menanggapi gugatan ini sebagai hal yang tak berdasar. Kendati demikian, pihaknya mengucapkan rasa bela sungkawa untuk keluarga yang kehilangan.
"Ancaman kekerasan dan promosi terorisme tidak mendapat tempat di Twitter, sama seperti media sosial lainnya. Dan aturan kami telah mengatur hal itu secara jelas," ujar Twitter dalam pernyataan resminya.
Sekadar informasi, ISIS memang dikenal cukup aktif di internet. Namun, setelah serangan di Paris beberapa waktu lalu, banyak akun Twitter dan situs pendukung ISIS diretas oleh kelompok Anonymous dan kemudian ditutup.
(Dam/Why)