Liputan6.com, New York: Kondisi kesehatan pasien karena terserang kanker, diabeter, dan penyakit kronis seringkali membuat pasien tidak dapat mengkonsumsi obat secara oral dan memerlukan waktu lebih panjang. Tertantang dengan kondisi demikian sejumlah ilmuwan menciptakan alat yang dapat mengkontrol tingkat konsumsi obat dengan menggunakan teknologi nano, tanpa mesti diberikan secara berulang-ulang melalui mulut.
Adalah Daniel Kohane peneliti yang memimpin penelitian yang didanai National Institutes of Health ini. Ia dan rekannya berhasil menciptakan alat yang ditanam didalam tubuh dengan menggunakan gabungan teknologi nano dan magnet. Alat ini bekerja dengan cara unik. Obat yang hendak dimasukkan ke dalam tubuh akan dibungkus dalam alat yang memiliki membran yang memanfaatkan teknologi magnet nanopartikel. Saat obat hendak dikonsumsi, maka medan magnet yang ada di luar tubuh akan diaktifkan. Saat itulah nanopartikel akan menjadi panas sehingga membran turut menjadi panas dan meluluh. Luluhnya membran akan menyebabkan obat keluar dari kapsul dan masuk ke dalam tubuh.
Begitu pula sebaliknya. Saat dosis sudah cukup diberikan, medan magnet dimatikan kembali. Medan magnet yang mati menyebabkan nanopartikel mendingin dan membran ikut mendingin pula. Akibatnya pemberian obat kembali terhenti. "Perangkat ini memungkinkan pasien dan dokter menentukan berapa banyak konsumsi obat yang diberikan", ujar Kohane seperti dikutip Sciencedaily, baru-baru ini.
Sebelumnya alat ini telah diuji coba pada hewan dan hasilnya cukup berhasil. Tidak tampak adanya penolakan dari tubuh. Metode ini memberikan alternatif pemberian obat dari yang telah dikenal sebelumnya. Terutama pada obat yang tidak bisa dikonsumsi melalui mulut.(AND)
Adalah Daniel Kohane peneliti yang memimpin penelitian yang didanai National Institutes of Health ini. Ia dan rekannya berhasil menciptakan alat yang ditanam didalam tubuh dengan menggunakan gabungan teknologi nano dan magnet. Alat ini bekerja dengan cara unik. Obat yang hendak dimasukkan ke dalam tubuh akan dibungkus dalam alat yang memiliki membran yang memanfaatkan teknologi magnet nanopartikel. Saat obat hendak dikonsumsi, maka medan magnet yang ada di luar tubuh akan diaktifkan. Saat itulah nanopartikel akan menjadi panas sehingga membran turut menjadi panas dan meluluh. Luluhnya membran akan menyebabkan obat keluar dari kapsul dan masuk ke dalam tubuh.
Begitu pula sebaliknya. Saat dosis sudah cukup diberikan, medan magnet dimatikan kembali. Medan magnet yang mati menyebabkan nanopartikel mendingin dan membran ikut mendingin pula. Akibatnya pemberian obat kembali terhenti. "Perangkat ini memungkinkan pasien dan dokter menentukan berapa banyak konsumsi obat yang diberikan", ujar Kohane seperti dikutip Sciencedaily, baru-baru ini.
Sebelumnya alat ini telah diuji coba pada hewan dan hasilnya cukup berhasil. Tidak tampak adanya penolakan dari tubuh. Metode ini memberikan alternatif pemberian obat dari yang telah dikenal sebelumnya. Terutama pada obat yang tidak bisa dikonsumsi melalui mulut.(AND)