Liputan6.com, Jakarta - Masalah antara Apple dan FBI terkait permintaan akses backdoor untuk perangkat iPhone tak kunjung menemui titik tengah. Malah, informasi terbaru dari kasus ini menyebutkan ada usaha perlawanan dari insinyur software di perusahaan tersebut.
Mengutip informasi dari laman Engadget, Jumat (18/3/2016), beberapa insinyur di Apple memilih untuk meninggalkan perusahaan tersebut ketimbang memenuhi tuntutan FBI.
Informasi ini pertama kali diketahui dari New York Times, yang menyebutkan bahwa beberapa teknisi software akan keluar dari Apple apabila ternyata FBI mendapat akses.
Informasi tersebut secara tak langsung juga dijelaskan oleh mantan engineering manager Apple Jean-Louis Gassee beberapa waktu lalu. Menurut dia, apabila pemerintah tetap meminta akses backdoor, maka akan menghadapi penolakan dari para insinyur.
Di sisi lain, budaya perusahaan di Apple sendiri memang bertentangan dengan keputusan dari permintaan FBI tersebut. Hal ini karena tim pengembang di Apple terbiasa untuk bekerja secara terpisah.
Jadi, sebelum sebuah produk benar-benar siap rilis, antara tim hardware dan software tak bekerja bersama-sama.
Baca Juga
Baca Juga
Selain itu, informasi terbaru menyebutkan enam dari sepuluh insinyur yang mengembangkan akses backdoor tidak benar-benar terlibat dalam pengembangan sebuah software utuh. Untuk itu, akan sangat sulit meminta para insinyur itu bekerja sama.
Pilihan tersebut tentu akan semakin menambah panjang permasalahan yang terjadi antara Apple dan FBI. Namun, beberapa analis berpendapat bisa jadi upaya ini merupakan bagian dari penyelesaian yang ditawarkan Apple.
Hal itu dimungkinkan sebab dengan keluarnya beberapa insinyur tadi, Apple tak lagi mampu menyediakan akses backdoor untuk FBI. Meskipun badan pemerintah Amerika Serikat itu meminta hal tersebut.
Salah satu yang dapat dijadikan alasan adalah tidak adanya ahli yang mampu melakukan hal tersebut.
Namun, bukan berarti pemerintah tidak memiliki posisi tawar dalam hal ini. Berdasarkan pendapat dari beberapa pihak, pemerintah dapat saja mengeluarkan perintah untuk membuat Apple patuh, seperti yang dilakukan pada kasus Edward Snowden mengenai Lavabit.
Ketika itu, pemerintah menggajar denda US$ 10 ribu per hari untuk Lavabit, sampai perusahaan tersebut mampu bekerja sama.
Bahkan, ada pula cara lain yang lebih sederhana, yakni dengan menutup perusahaan tersebut apabila sulit untuk menemukan jalan keluar.
Advertisement
(Dam/Isk)