Sukses

Bisnis Baterai Mobil Samsung dan LG Terancam Gagal

Hal ini setelah pemerintah Tiongkok menghentikan subsidi pada kendaraan listrik yang memakai baterai NCM

Liputan6.com, Jakarta - Inventasi Samsung dan LG untuk baterai kendaraan listrik di Tiongkok terancam tak berhasil. Hal ini menyusul keputusan pemerintah Tiongkok yang mengubah putusannya terkait penggunaan baterai pada kendaraan listrik.

Sebelumnya, LG dan Samsung diketahui telah berinventasi pada pembangunan fasilitas baterai kendaraan elektronik di Tiongkok. Hal itu sejalan dengan rencana pemerintah Tiongkok untuk mengurangi emisi karbon, dengan menargetkan penggunaan 5 juta kendaraan listrik pada 2020.

Namun, investasi dua perusahaan Korea Selatan itu terancam sia-sia setelah pemerintah Tiongkok memberlakukan peraturan baru.

Dilansir dari laman Bloomberg, Sabtu (2/4/2016), pemerintah Tiongkok baru saja menghentikan subsidi untuk kendaraan listrik yang menggunakan baterai dengan kombinasi nikel, kobalt, dan mangan yang dikenal sebagai NCM.

Sementara, LG dan Samsung memfokuskan diri pada pengembangan baterai jenis tersebut di Tiongkok. 

Di sisi lain, subsidi pemerintah Tiongkok masih dilanjutkan pada kendaraan listrik yang menggunakan baterai yang berbasis lithium-iron-phosphate (LFP). Kondisi tersebut yang diperkirakan dapat mengancam kelangsungan bisnis baterai Samsung dan LG.

Berdasarkan analisis ahli, tanpa subsidi pemerintah--sekitar 40 persen--untuk kendaraan listrik, model dengan baterai NCM akan lebih sulit mendapatkan pembeli. Hal itu secara tak langsung dapat menurunkan sekitar 10 persen penjualan global baterai besutan LG.

Di sisi lain, Mark Newman analis senior dari Bernstein Research menuturkan peraturan ini merupakan cara pemerintah Tiongkok membantu perusahaan lokal lebih kompetitif. Untuk itu, menurutnya peraturan ini adalah langkah politik Tiongkok memberikan pabrikan domestik mengejar ketinggalan dari perusahaan asing.

Permasalahan subsidi baterai memang telah menjadi isu diplomatis antara Tiongkok dan Korea Selatan. Bahkan, beberapa pihak menilai keputusan ini dapat mengancam kerja sama perdagangan bebas antar negara yang sudah disepakati minggu lalu.

(Dam/Ysl)