Sukses

Satelit Mampu Salurkan Internet ke 30 Juta Warga di Pelosok

Satelit dapat menjadi opsi untuk menghadirkan akses internet di wilayah-wilayah yang tidak terpapar mobile dan fixed broadband.

Liputan6.com, Jakarta - Warga Indonesia saat ini sudah dapat menikmati layanan internet, baik berbasis seluler maupun kabel (fixed broadband). Sayangnya, fixed broadband masih kurang mampu menjangkau wilayah-wilayah pelosok. 
 
Apalagi Indonesia merupakan negara kepulauan. Tentu hal ini menjadi tantangan pemerintah dan para pemangku kepentingan (stake holders) dalam menyediakan akses internet di seluruh nusantara. 

Namun, bagi Presiden Direktur PT Multimedia Nusantara (Metra), Teguh Wahyoni, satelit dapat menjadi salah satu alternatif tersebut.

"Potensi pasar satelit di sini masih besar. Kami perkirakan satelit dapat menyalurkan internet ke 30 juta rumah tangga di seluruh Indonesia," ungkap Teguh dijumpai tim Tekno Liputan6.com usai peluncuran Telkom MangoSTAR di Jakarta, Senin (4/4/2016) kemarin.

Perhitungannya demikian, jelas Teguh, terdapat 50 juta rumah tangga di Indonesia, di mana baru 20 juta rumah telah terkover akses fixed broadband, dan 30 juta rumah tidak memiliki akses itu.

"Namun, perkiraan saya hanya 40 persen dari 30 juta rumah tersebut yang mau menggunakan internet via satelit. Itu yang menjadi sasaran pasar kami," tambahnya.  

Salah satu upaya anak usaha Telkom untuk menggarap pasar tersebut adalah meluncurkan MangoSTAR, layanan internet satelit bagi segmen Usaha Kecil dan Menengah (UKM). 

Telkom Metra tak hanya memasarkan layanan internet saja, tetapi lengkap dengan solusi konten dan commerce bagi para pelaku UKM.

Telkom mengincar 2 juta pelanggan dari pasar tersebut dalam kurun waktu lima tahun. Di tahun pertama ini, Telkom baru menargetkan 5.000-10.000 rumah.

Selain kelebihannya mencakup wilayah-wilayah terpencil, satelit juga ternyata memiliki kendala bagi para pelaku bisnis ini. Menurutnya, permintaan layanan internet satelit tidak sebesar mobile atau fixed broadband.

Kedua, perangkat modemnya cukup besar. Untuk itu, Teguh menjanjikan kerja sama yang luas dengan berbagai pihak agar dapat mengadopsi teknologi yang lebih modern.

"Dengan begitu, perangkat yang digunakan lebih kecil dengan kapasitas dan kemampuan besar." Tutupnya.

Kebutuhan Transponder Satelit

Ketua Asosiasi Satelit Seluruh Indonesia (ASSI), Dani Indra, mengatakan Indonesia masih kekurangan kapasitas satelit. 

Ia memperkirakan kebutuhan transponder untuk menyalurkan internet lewat very small aperture terminal (VSAT) mencapai 250 transponder pada 2015. Namun, kapasitas transponder satelit Indonesia yang ada saat ini hanya 100 transponder. Sisanya menggunakan satelit milik asing.

Menurut Dani, pertumbuhan industri satelit melambat, hanya berkisar 3-5 persen per tahun. Tren ini diprediksi berlanjut hingga 2020.

Untungnya, kata Dani, dalam waktu dekat Indonesia akan meluncurkan dua satelit baru demi menghadapi kekurangan kapasitas. 

Satelit BRISat dijadwalkan meluncur pada pertengahan tahun ini. Satelit milik PT Bank BRI Tbk ini memiliki 45 transponder. Sedangkan Telkom akan meluncurkan satelit 3S pada akhir tahun ini. Satelit dengan 49 transponder ini merupakan satelit pengganti Telkom 3 yang hilang orbit pada 2012. 

Sementara itu, Teguh Wayoni mengestimasi nilai bisnis satelit dapat mencapai Rp 3 triliun setiap tahunnya. Perhitungannya, apabila setiap transponder senilai US$ 900 ribu dan dikalikan 250 transponder.

(Cas/Isk)

Video Terkini