Sukses

Inkubator Grashof, Penyelamat Bayi Prematur Karya Guru Besar UI

Tak sekadar menolong bayi terlahir prematur, inkubator ini juga menjadi bagian dari pemberdayaan masyarakat dan untuk keperluan sosial.

Liputan6.com, Jakarta - Berawal dari sebuah inkubator rusak, seorang peneliti asal Indonesia berhasil mengembangkan inkubator untuk membantu banyak orang. Inkubator sendiri penting untuk menyokong kehidupan bayi yang terlahir prematur.

Adalah Prof. Dr. Ir. Raldi Kartono Koestoer, DEA dari Universitas Indonesia yang telah membuat inkubator berbasis teknologi Grashof. Teknologi Grashof sendiri bukanlah hal baru, tapi Raldi berhasil memanfaatkan teknologi itu untuk keperluan yang lebih luas. 

Riset yang dilakukan oleh Guru Besar Fakultas Teknis Universitas Indonesia itu sudah dilakukan sejak 1995. Salah satu inovasi yang dilakukan Raldi pada inkubator Grashot adalah penambahan beberapa lubang pada empat sisi inkubator.

Penambahan lubang dilakukan untuk membuat suhu ruang inkubator selalu stabil pada angka 38 derajat celcius. Selain itu, Raldi juga mendesain inkubator ini agar mudah dibersihkan dan sebagian besar komponen menggunakan produk dalam negeri. 

Komponen dalam negeri dipilih karena lebih banyak dan mudah didapatkan, termasuk ketika diperlukan adanya penggantian komponen. 

Inkubator ini juga mengedepankan faktor keamanan dengan keberadaan termostat di dalam ruangnya. Sementara, daya penghantar berasal dari lampu pijar yang dipasang.

Raldi menerapkan sistem konveksi alamiah pada inkubator Grashof ini. dengan demikian, perpindahan panas terjadi berdasarkan aliran udara alami.

Ada beberapa lubang di sekeliling inkubator bagian bawah yang dibuat miring untuk mengantisipasi perbedaan ketinggian, tekanan, dan massa jenis udara.

Alat tersebut dapat menghantarkan aliran panas merata yang dibutuhkan bayi, mulai dari kepala hingga kaki. Untuk itu, tata telak lubang dan termostat dilakukan untuk memastikan suhu di kisaran 33 sampai 35 derajat celcius.

Riset awal Raldi mengenai inkubator Grashof ini sendiri menghabiskan waktu sekitar 6 tahun, mulai dari 1995 dan inkubator pertama dihasilkan pada 2001. Pada desain awal, inkubator itu disebut wood incubator karena desainnya terbuat dari rangka kayu.

2 dari 2 halaman

Tak sekadar teknologi

Pada 2005, UKM mulai dilibatkan untuk membuat inkubator tersebut, dan mulai dijual setahun kemudian. Produksi massal inkubator Grashof ini dilakukan pada awal 2012.

Sebelumnya, antara 2011 sampai 2012, teknologi ini masih dikembangkan sebagai sebuah socioenterpreneurship.

Pada 2013, Raldi mulai meminjamkan inkubator tersebut secara gratis kepada masyarakat golongan lemah di Jabodetabek. 

Alasan yang mendasarinya adalah banyak bayi prematur yang tidak mendapat kesempatan dirawat di NICU dengan alasan biaya dan keterbatasan inkubator.

Saat ini, menurut Raldi, inkubator buatannya sudah tersedia di lebih dari 30 kota dan kabupaten di Indonesia. Kendati demikian, ia masih bercita-cita agar inkubator ini bisa digunakan di seluruh nusantara.

"Saat ini kebanyakan memang masih banyak di pulau Jawa, tapi saya ingin agar inkubator ini juga bisa digunakan di Sumatera, Kalimantan, dan wilayah Indonesia timur lainnya," ujar Raldi saat dihubungi tim Tekno Liputan6.com, Rabu (18/5/2016).

Ia juga menuturkan, inkubator ini tak sekadar teknologi untuk menolong bayi prematur, tapi lebih dari itu merupakan sebuah pemberdayaan masyarakat. Menurutnya, program ini memungkinkan donatur dan agen relawan menolong orang lain.

Untuk itu, ia akan terus mengembangkan inkubator ini agar tetap gratis dengan dukungan agen relawan yang bergabung dalam program ini.

Inkubator ini juga dapat dipinjam dengan mengirimkan pesan ke SMS Center di nomor 085795079355.

Tipe awal inkubator buatannya diberi nama A-01, A-02, dan hingga kini sudah memasuki tipe F. Bobot inkubator hanya 13 kg dengan daya 30-50 watt. Inkubator ini dapat digunakan hingga bayi mencapai berat badan aman sekitar 2,5 kg.

Inkubator Grashof karya Prof. Dr. Ir. Raldi Kartono Koestoer, DEA masuk dalam 20 Karya Unggulan Teknologi Anak Bangsa yang dirilis Kementerian Riset Teknologi Dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti).

(Dam/Isk)

Video Terkini