Sukses

Alat Asli Indonesia untuk Tingkatkan Produktivitas Sawit

Dr. Ir. Desrial M.Eng mengembangkan alat transportasi untuk evakuasi tandan buah segar sawit dari lahan kebun ke tempat pengumpulan hasil.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia adalah salah satu negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia. Areal kelapa sawit di Indonesia pada 2014 seluas 10,9 juta hektare dengan produksi minyak sawit mentah yang mencapai 29,3 juta ton.

Dari tahun ke tahun, luas tanaman, dan produktivitas kebun kelapa sawit terus meningkat. Dalam 10 tahun terakhir laju pertumbuhan rata-ratanya mencapai 7,67 persen. Diprediksi, kebutuhan minyak nabati akan terus meningkat. Ini merupakan peluang emas bagi Indonesia untuk memenuhi permintaan dunia.

Tentunya dibutuhkan sawit berkualitas tinggi untuk memenuhi kebutuhan dunia. Dalam budi daya kelapa sawit, proses pemanenan merupakan hal penting karena sangat menentukan rendeman dan kualitas minyak sawit. 

Namun di lapangan setidaknya ada beberapa persoalan: kondisi infrastruktur lahan kebun sawit yang buruk dan tidak tersedianya alat transportasi buah sawit. Mengangkut buah sawit selama ini masih dilakukan secara manual, yakni para pekerja menggunakan angkong atau pikulan. 

Dosen Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr. Ir. Desrial M.Eng, mencoba mengatasi permasalahan ini dengan mengembangkan alat transportasi untuk evakuasi tandan buah segar (TBS) sawit dari lahan kebun ke tempat pengumpulan hasil. 

Awal mula riset ini adalah ketika PT Astra Agro Lestari, pemilik kebun kelapa sawit seluas 269.000 hektare, menemukan kendala dalam mengangkut buah sawit ke tempat penampungan hasil. Buah sawit tersebut biasanya disimpan di tempat penampungan sementara di pinggir jalan, terutama saat musim hujan. Buah sawit yang tidak terangkut gara-gara tidak ada alat transportasi bisa mencapai ribuan ton.

Risikonya, buah sawit menjadi busuk atau kadar asam lemak bebas di buah sawit menjadi sangat tinggi. "Kualitas minyak sawit menjadi kurang bagus," tutur Desrial, sebagaimana dikutip dari 20 Karya Unggulan Teknologi Anak Bangsa.


Selama dua hari, rata-rata sekira 10-60 ton hasil panen tidak terangkut. Bahkan banyak hasil panen membusuk. Perusahaan pun diperkirakan mengalami kerugian mencapai Rp10 juta per hari atau sekira Rp120 juta per bulan, dengan harga jual tandan buah segar Rp1000 per kg. 

Di sisi lain, pemanenan secara mekanis menggunakan traktor dan trailer memang memungkinkan, namun hanya pada lahan kebun datar. Bila lahannya berbukit atau gambut, pemanenan secara mekanis tidak memungkinkan.

Penelitian pengembangan sistem transportasi, yang bermula dari hal itu, mulai dirancang Desrial sekitar 2011 akhir. Inilah yang menjadi cikal bakal kelahiran transporter tipe trek pertama. 

2 dari 2 halaman

TBS Fastrex CT02

Kendaraan beroda ban biasa umumnya tidak bisa digunakan pada lahan berbukit dan permukaan tanah tidak stabil. Oleh sebab itu, yang paling memungkinkan adalah tipe trek.

Selanjutnya, dengan mendapat dukungan kolega dan dekannya di Fakultas Teknologi Pertanian IPB, termasuk dari pemilik lahan sawit, riset pun dimulai. Hasil riset Desrial melahirkan inovasi baru berupa alat angkut atau transporter tandan buah segar sawit. 

"Inovasi ini diharapkan mampu menjadi solusi untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja pemanen sawit, sehingga secara menyeluruh dapat mendukung peningkatan produksi sawit nasional," tutur Desrial.

Paten inovasi ini telah terdaftar dan mengusung merek dagang Transporter TBS Fastrex CT02. Kelebihannya antara lain daya angkut mencapai 650 kg dan dirancang khusus untuk mengangkut tandan buah segar sawit atau bahan pertanian lainnya. 

Sistem hidrolik TBS Fastrex CT02 didesain untuk memudahkan bongkar muat. Kelebihan lainnya adalah sistem kendali ergonomis, dengan implementasi kopling belok tipe tongkat, yang dilengkapi rem di kaki. 

Seiring dengan masukan dari para pengguna produknya, Desrial berhasil mengembangkan Transporter Fastrex CT02 dari generasi pertama hingga generasi keempat. Sejak diluncurkan pada Januari 2015 secara komersial, TBS Fastrex CT02 sudah beroperasi di 15 perkebunan sawit di Kalimantan dan Sulawesi. Inovasi ini juga telah melewati siklus proses inovasi produk dari hulu hingga hilir.

Transporter TBS Fastrex CT02, berdasarkan pada pengujian di lapangan, memiliki produktivitas tinggi yakni 10-15 ton tandan buah segar. Pengembangan transporter TBS Fastrex CT02 saat ini telah masuk tahap komersialisasi dan diproduksi secara massal.

(Why/Isk)