Liputan6.com, Jakarta - Beberapa waktu lalu edtech startup asli Indonesia, Lexipal, menjadi pemenang di Liputan 6 Awards untuk kategori Kreasi Digital. Singkat kata, Lexipal merupakan startup yang memfokuskan diri untuk membantu anak-anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik yakni disleksia.
"Disleksia sangat berbahaya karena anak-anak bisa sampai bunuh diri karena merasa sulit belajar," tutur perwakilan tim Next In, pengembang Lexipal di Studio 6 Emtek City, Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat, Kamis (26/5/2016) malam.
Kali ini Tekno Liputan6.com berkesempatan untuk berbincang-bincang lebih jauh dengan Lexipal.Â
Perbincangan kami meliputi cara mudah untuk mengetahui apakah seorang anak menderita kesulitan belajar spesifik, fitur andalan media belajar yang disuguhkan Lexipal, pencapaian yang telah diraih oleh Lexipal, dan lain-lain. Seperti apa perbincangan kami, simak selengkapnya berikut ini.
1. Bagaimana cara paling mudah untuk mengetahui bahwa seorang anak menderita kesulitan belajar spesifik?Â
Kesulitan belajar spesifik dialami oleh anak yang memiliki IQ normal atau di atas rata-rata, namun memiliki kesulitan di area seperti membaca, menulis, atau berhitung. Oleh karena itu, sangat penting bagi orang tua untuk memahami dan memerhatikan milestone perkembangan anak.
Jika orang tua mendapati anaknya memiliki perilaku yang tidak seperti anak-anak sebayanya atau kesulitan belajar di sekolah, sebaiknya langsung dikonsultasikan ke dokter anak.
2. Banyak sekali permasalahan dan peluang yang bisa digarap startup. Mengapa Lexipal memilih untuk menawarkan solusi bagi anak-anak penyandang disleksia?
Disleksia merupakan salah satu bentuk gangguan belajar yang paling sering ditemui, yaitu sekitar 80 persen dari kelompok individu dengan gangguan belajar. Menurut Asosiasi Disleksia Internasional, tingkat relevansi penyandang disleksia mencapai 10 persen dari seluruh populasi anak.Â
Kami memilih disleksia karena merupakan kesulitan belajar spesifik yang kurang begitu diperhatikan dan dikenal luas oleh masyarakat di Indonesia. Padahal rata-rata penderita disleksia di populasi mencapai sekitar 10 persen.
3. Apa fitur andalan LexiPal yang dapat membantu anak-anak penyandang disleksia?Â
Beberapa media belajar LexiPal menggunakan pendekatan multisensory method yaitu pendekatan yang melibatkan sebanyak mungkin indera anak untuk menangkap informasi baik melalui visual (penglihatan), auditori (pendengaran), taktil (sentuh), dan kinestetik (gerak).
Untuk fitur ini kami menggunakan sensor Kinect agar anak-anak bisa menggunakan LexiPal tanpa menggunakan mouse/keyboard, tetapi bisa menggunakan gerakan tubuhnya seperti layaknya terapi dengan pendekatan multisensori.
4. Bagaimana LexiPal tahu bahwa solusi yang ditawarkan bekerja secara efektif?Â
Seluruh media belajar LexiPal dirancang dan diverifikasi bersama-sama dengan Asosiasi Disleksia Indonesia agar dapat tercipta media belajar yang tepat sasaran. LexiPal telah diujicobakan kepada 40 anak penyandang Disleksia di Indigrow Child Development Center di Bandung dan hampir semuanya merasa senang, mudah, dan ingin menggunakan LexiPal lagi.
Kemudian LexiPal dinyatakan valid oleh Asosiasi Disleksia Indonesia setelah melalui proses riset yang mendalam dan pengembangan yang cukup lama (satu tahun).Â
5. Di situs web LexiPal, kami menemukan produk Lexipal terdiri dari tiga macam: Home Version, Web Version, dan Professional Version. Ketiganya belum berbentuk aplikasi mobile. Ada rencana mengubah ketiga produk tersebut menjadi aplikasi mobile?Â
Saat ini versi mobile sudah tersedia di Google Play Store untuk perangkat berbasis Android. Namun karena konten LexiPal yang harus dimasukkan ke dalam aplikasi versi mobile terlalu banyak, aplikasi versi mobile ini kami pisahkan per kategori. Pada saat ini baru tersedia 1 kategori saja yaitu LexiPal Bentuk dan Pola.
6. Sudah meraih pendanaan atau dukungan dari mana saja?
Sejauh ini pendanaan dan dukungan datang dari Bank Mandiri melalui program inkubasi Mandiri Young Technopreneur 2012. Mandiri Young Technopreneur 2012 merupakan batu loncatan bagi LexiPal.
Sekarang LexiPal terus berkembang bersama Asosiasi Disleksia Indonesia (ADI) dan Dyslexia Parents Support Group (DPSG) Indonesia.
7. Apa kesulitan terbesar yang dihadapi LexiPal?
Kesulitan terbesar kami tidak lain adalah kurangnya awareness masyarakat terhadap disleksia. Banyak yang tidak memahami dan menyadari kehadiran disleksia. Mereka bahkan telanjur melabeli anak-anak disleksia bodoh atau lambat belajar. Padahal sebenarnya tidak begitu.
8. Sejauh ini, pencapaian apa saja yang telah diraih?
LexiPal sejauh ini alhamdulillah telah digunakan di berbagai lembaga, rumah sakit, dan sekolah di Indonesia seperti IndiGrow Bandung, CDC RS Melinda 2 Bandung, SD Pantara, PAUD Putik Meulu Banda Aceh Imam Lab School. Kemudian yang baru saja diresmikan pada 30 Juli kemarin adalah Dyslexia Corner di Perpustakaan Kota Surabaya Balai Pemuda.
Selain itu, LexiPal juga mendapatkan beberapa pengakuan (recognition) seperti dari Presiden Jokowi, Anies Baswedan (penggagas Gerakan Indonesia Mengajar dan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan), Angela Fawcett (Vice President Bristish Association of Indonesia), Risma Triharini (Wali Kota Surabaya), Profesor Arief Rachman, Asia Pasific Dyslexia Festival di Yokohama, dan lain-lain.
9. Apa target LexiPal selanjutnya?
Kami berencana untuk lebih gencar mengampanyekan dyslexia awareness untuk mengedukasi masyarakat melalui kegiatan online maupun offline.
10. Punya saran yang ingin disampaikan kepada orang tua anak penyandang disleksia?
Never feel that we're alone! Untuk disleksia sendiri sebenarnya ada komunitas yang dibentuk oleh para orang tua dengan anak disleksia yaitu DPSG (Dyslexia Support Parent Group) Indonesia yang aktif melakukan kegiatan dyslexia awareness. Group DPSG ini ada di berbagai kota di Indonesia terutama yang paling aktif saat ini berada di Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Yogyakarta.
(Why/Isk)