Liputan6.com, Jakarta - Demam berdarah dengue (DBD) telah menjadi penyakit endemik di Indonesia. Penyakit ini sering menyerang orang Indonesia di berbagai daerah.
Berdasarkan data WHO, penyakit dengue meningkat dari 90.245 kasus pada 2012 menjadi 100.347 kasus pada 2014 dengan angka kefatalan 0,9 persen.Â
Banyak cara dilakukan untuk menanggulangi DBD di Indonesia. Misalnya pemberantasan sarang nyamuk hingga upaya fogging alias penyemprotan dengan obat kimia. Namun peningkatan kasus ini masih menjadi masalah kesehatan yang besar.Â
Baca Juga
Berkaca dari hal tersebut, tim peneliti dari Pusat Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) melakukan penelitian Eliminate Dengue Project (EDP) Yogyakarta yang didanai oleh Yayasan Tahija .
Menurut Communication and Engagement Pusat Kedokteran Tropis FK UGM Bekti Andari, penelitian EDP mengembangkan sebuah metode alamiah untuk mengurangi penyebaran virus dengue dengan bakteri alami bernama Wolbachia.
"Bakteri Wolbachia--bisa dibilang bakteri baik--merupakan bakteri alami yang ada di 60 persen serangga di sekitar kita, kecuali pada nyamuk penyebar penyakit DBD, Aedes aegypti," kata Bekti ketika ditemui Tekno Liputan6.com saat perayaan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) 2016 di Stadion Manahan Surakarta, Rabu (11/8/2016) lalu.
Para peneliti, kata Bekti, memilih Wolbachia untuk penelitian ini lantaran berdasarkan analisis risiko, terbukti aman bagi manusia, binatang, dan lingkungan. Hasil laboratorium membuktikan bakteri Wolbachia terbukti menekan replikasi perkembangan virus dengue dalam nyamuk Aedes aegypti.
Bagaimana cara kerja Wolbachia untuk menghentikan penyebaran virus DBD dari nyamuk ke manusia? Menurutnya, bakteri Wolbachia disuntikkan ke nyamuk Aedes aegypti betina, kemudian telurnya diternakkan hingga berkembang menjadi nyamuk dewasa.
Setelah diternak kurang lebih dua minggu, nyamuk dewasa dan dilepaskan untuk berkembang biak dengan nyamuk Aedes aegypti jantan. Keturunan nyamuk Aedes aegypti yang telah memiliki bakteri Wolbachia inilah yang kemudian menghentikan penyebaran virus DBD.
Tekan Angka DBD
Terbukti Tekan Angka DBD
Bekti mengatakan, metode ini telah diujikan di dua kabupaten di Yogyakarta dengan sampel terbatas, yakni di Sleman tepatnya di wilayah Nogotirto dan Kronggahan pada Januari-Juni 2014. Sedangkan di Kabupaten Bantul nyamuk Aedes aegypti dilepas di wilayah Jomblangan dan Singosaren pada November 2014 hingga Mei 2015.
"Dengan persetujuan warga, kami menaruh satu ember nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia di rumah warga secara acak. Kemudian dengan pemantauan tim peneliti, kami melepaskan nyamuk-nyamuk tersebut ke wilayah," katanya.
Hasil penelitian yang dilakukan selama enam bulan di kedua kabupaten di Yogyakarta itu menunjukkan bahwa nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia mampu berkembang biak di lingkungan alaminya.
"Selain itu, kami mencatat tidak ada bukti penularan lokal ketika frekuensi Wolbachia di populasi nyamuk Aedes aegypti mencapai tingkat tinggi. Diketahui juga bahwa nyamuk ber-Wolbachia tidak mampu menyebar dan berkembang biak di luar wilayah pelepasan," kata Bekti yang juga merupakan salah satu peneliti EDP ini.
Bekti juga menyebutkan masyarakat di lokasi penelitian telah menerima Wolbachia sebagai alternatif upaya penanggulangan DBD. Meski begitu, perempuan kelahiran Yogyakarta 7 Desember 1978 ini mengakui, penelitian masih perlu dikembangkan agar hasilnya bisa lebih akurat.
Karenanya, pada Januari 2016-Desember 2019 nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia akan dilepaskan pada skala di luas yakni di beberapa kecamatan di Kota Yogyakarta yang dipilih secara acak.
Harapannya, dalam waktu satu setengah tahun setelah pelepasan nyamuk ber-Wolbachia, 40 persen Kota Yogyakarta akan bebas dari DBD. Jika program ini sukses, Bekti berharap agar pemerintah bisa mengambil kebijakan pembasmian DBD dengan metode Wolbachia yang diteliti bersama koleganya di UGM.
Indonesia tak sendirian melakukan penelitian ini. Beberapa negara lain yakni Australia, Vietnam, Brazil, dan Kolombia melakukan penelitian EDP untuk membasmi virus dengue.
Hal lain yang membanggakan, dari kelima negara yang melakukan penelitian ini Indonesia lah yang terdepan dan unggul dalam penelitian.
(Tin/Cas)
Advertisement