Liputan6.com, Tiongkok - Dua tahun lalu, Xiaomi mengejutkan industri smartphone, di mana berhasil menyalip Samsung sebagai vendor smartphone terbesar di China dan menjadi salah satu dari lima penyedia ponsel terbaik di dunia.
Kemudian pergeseran besar pun terjadi. Xiaomi menjadi salah satu startup teknologi paling bernilai, yang mana berhasil memperkuat brand-nya dengan menjual smartphone secara online melalui metode flash sale dan viral di media sosial. Sementara itu, Apple tengah menghadapi persaingan yang ketat dari sejumlah vendor di Tiongkok.
Oppo dan Vivo--dua pembuat handset China milik BBK Electronics Corporation--membuat gebrakan besar dan berhasil 'menggoda' anak muda untuk membeli smarthone terjangkau dengan spesifikasi tinggi.
Diwartakan CNBC, Selasa (23/8/2016), Xiaomi memiliki pangsa pasar 13,3 persen di China pada kuartal kedua 2014. Menurut data dari Counterpoint Research, saat ini pangsa pasarnya turun jadi 11,2 persen.
Baca Juga
Sementara itu, pangsa pasar Oppo tumbuh dari 2,7 persen menjadi 18 persen pada periode yang sama, sedangkan Vivo meningkat dari 2,2 persen menjadi 14,9 persen.
Bahkan, perusahaan riset IDC mencatat, pengapalan smartphone Xiaomi di kuartal kedua 2016 menurun sekitar 40 persen di pasar China, dibandingkan tahun lalu.
Pun demikian, Xiaomi akan berjuang kembali dan berharap bisa mengatasi kondisi tersebut dengan membuka toko fisik. Perubahan strategi ini diharapkan bisa membuat Xiaomi kembali populer seperti dua tahun lalu.
"Kami sudah membangun sekitar 30 toko flagship offline, dan itu akan hadir di kota-kota besar. Akan tetapi, kami juga sudah bereksperimen dengan membuka toko-toko flagship offline di kota-kota tingkat ketiga dan keempat di China," ujar Hugo Barra, Vice President of International Xiaomi kepada CNBC.
"Pendekatan kami saat memasuki pasar ritel yang lebih tradisional sangat berbeda, itu sangat unik. Kami berpikir memiliki kesempatan yang cukup bagus dari strategi tersebut, seperti pada saat kami memasarkan produk secara online di China," sambungnya.
Tapi risikonya adalah bahwa toko fisik akan menyebabkan biaya operasional lebih tinggi dan kemungkinan Xiaomi akan kehilangan salah satu nilai jualnya yaitu smartphone murah dengan spesifikasi tinggi.
(Isk/Why)