Sukses

Ini Tantangan Indonesia di Pasar Online

Tantangan beragam mulai dari persoalan talent atau engineering, mekanisme pembayaran, hingga infrastruktur internet dan logistik.

Liputan6.com, Jakarta - Pasar online saat ini tengah naik daun di berbagai negara, termasuk Indonesia. Namun agar perjalanannya kian mulus, ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi.

Dalam riset berjudul "e-conomy SEA: Unlocking the $200 billion opportuniy in Southeast Asia", Google dan Temasek menyoroti sejumlah tantangan yang dihadapi Indonesia di pasar online. Tantangan pun beragam mulai dari persoalan talent atau engineering, mekanisme pembayaran, infrastruktur internet dan logistik, hingga kepercayaan konsumen.

Menurut Managing Director Google Indonesia, Tony Keusgen, jika semua tantangan itu dapat diatasi dengan baik, peluang untuk mencapai hasil manis pada 2025 sangat mungkin dapat tercapai. Pasar online Indonesia diprediksi siap meledak dengan nilai mencapai US$ 81 miliar pada 2025 dengan pertumbuhan tahunan sebesar 26 persen. 

"Tantangannya beragam, seperti harus berinvestasi dalam hal skill (keterampilan), membuat sistem pembayaran lebih sederhana sehingga orang lebih mudah melakukan transaksi online, hingga mampu meyakinkan konsumen bahwa transaksi yang mereka lakukan aman sehingga mereka akan terus kembali," tutur Tony saat ditemui di kawasan Jakarta, Kamis (25/8/2016).

Ia melihat pemerintah sudah memberikan perhatian kepada tantangan-tantangan tersebut. Misalnya saja soal infrastruktur internet dengan ketersediaan layanan yang makin baik seperti 4G Long Term Evolution (LTE).

Tak hanya soal tantangan kunci, kebutuhan paling utama untuk memperbesar pasar Indonesia dalam bisnis digital adalah investasi. Indonesia sendiri saat ini sudah banyak dilirik oleh para investor, baik lokal atau luar negeri, yang menyuntikkan dana di berbagai stratup.

Berdasarkan riset yang sama, Indonesia diketahui sebagai tuan rumah startup terbesar yakni sebanyak 2.033 startup pada tahun ini, lebih besar daripada Singapura dengan jumlah 1.850 dari total 7.000 startup di Asia. Indonesia menjadi negara paling aktif setelah Singapura dalam kegiatan Venture Capital dalam hal jumlah transaksi. Sekira 28 persen dari total transaksi itu menerima pendanaan seri A+.

"Kami yakin jumlah startup di Indonesia akan makin banyak, bahkan tidak menutup kemungkinan akan lebih banyak unicorn," ujar Tony. Istilah "unicorn" ini mengacu kepada startup yang memiliki valuasi senilai US$ 1 miliar atau lebih.

(Din/Why)