Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (APJATEL) menyayangkan sikap pemerintah yang menunda penerapan biaya interkoneksi baru.
Pasalnya, penurunan ini dapat memberikan kesempatan bagi operator untuk menawarkan tarif terjangkau bagi para pelanggannya.
Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Pasal ke-4, hak konsumen adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
Penurunan tarif interkoneksi ini diharapkan dapat memberikan kenyamanan bagi konsumen dalam menggunakan layanan telekomunikasi.
"Interkoneksi adalah keniscayaan di era multi operator sesuai undang-undang berlaku. Dengan penurunan ini, pemerintah dapat membantu operator menyediakan layanan lebih terjangkau," ujar Ketua APJATEL, Lukman Adjam lewat keterangan resmi kepada Tekno Liputan6.com, Senin (5/9/2016).
Baca Juga
APJATEL mengusulkan rumusan penghitungan interkoneksi berbasis biaya (cost-based), yakni dengan half-circuit atau kisaran biayanya bisa ditekan hingga Rp 60-70 per menit.
Sekadar informasi, biaya interkoneksi adalah biaya keterhubungan jaringan antaroperator saat pelanggan melakukan panggilan ke beda operator (off-net).
Pemerintah sendiri akhirnya menurunkan biaya interkoneksi rerata 26 persen menjadi Rp 204 per menit untuk 18 skenario panggilan.
Penetapannya yang seharusnya mulai berlaku pada 1 September lalu harus ditunda karena Telkom dan Telkomsel belum menyerahkan Daftar Penawaran Interkoneksi (DPI) kepada pemerintah.
Lebih lanjut, menurut Ade Tjendra Ketua Bidang Kerja Sama Antar Lembaga APJATEL, pemerintah seharusnya tak perlu ragu dalam menetapkan tarif interkoneksi yang terjangkau.
Penurunan tarif diharapkan dapat memberikan sinyal positif bagi pembangunan infrastruktur tekomunikasi di seluruh Indonesia.
"Kami mengimbau semua pihak untuk bekerja lebih keras lagi dalam rangka pemerataan layanan telekomunikasi sehingga dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan dan daya saing bangsa," ujar Ade.
(Cas/Isk)