Liputan6.com, Jakarta - Driver Go-Jek kembali menggelar demonstrasi pada hari ini, Senin (3/10/2016) di kantor pusat Go-Jek yang berlokasi di wilayah Kemang, Jakarta Selatan.
Diduga, mitra pengemudi kendaraan roda dua tersebut hendak melontarkan keluhannya terkait sistem kebijakan terbaru Go-Jek yang memberatkan mereka.
Baca Juga
Bahkan, para driver juga menilai pihak PT Go-Jek Indonesia tidak responsif menanggapi masukan dari para pengemudi.
Terkait sistem kebijakan, mereka mengeluhkan bahwa Go-Jek akan memperbaiki beberapa hal seputar fitur seperti titik jemput yang dibuat semakin dekat, serta banyaknya order yang muncul membuat mereka kewalahan memilih dan secara tidak langsung menurunkan performanya.
Selain itu, para driver ini juga komplain soal asuransi jiwa dan kendaraan bermotor yang tak kunjung hadir.
Di balik semua aksi demonstrasi yang dilakukan pihak driver, startup unicorn yang berdiri sejak tahun 2010 ini sebetulnya memiliki sejumlah fakta menarik yang perlu kamu ulik kembali.
Berikut lima fakta seputar Go-Jek sebagaimana Tekno Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber.
1. Driver Sering Demonstrasi
Demonstrasi sudah bukan jadi sesuatu yang asing bagi para driver Go-Jek. Terhitung, para driver sudah sering melakukan demo lebih dari lima kali sejak Go-Jek berdiri.
Alasan mereka sering melakukan demonstrasi adalah geram dengan penurunan tarif yang dilakukan secara sepihak oleh Go-Jek. Sebagian dari mereka khawatir bahwa hal ini dapat mengurangi penghasilan. Tak hanya di Jakarta, demonstrasi pun sempat digelar para driver di wilayah Bandung dan Surabaya.
Video Nadiem
2. Video Nadiem Dikecam
Selain driver-nya yang dikenal doyan demo, satu fakta lain soal Go-Jek yang menggemparkan adalah video promosi yang langsung dibawakan oleh sang founder dan CEO, Nadiem Makariem. Mirisnya, video tersebut malah dikecam netizen.
Dalam video bertajuk “Kembali ke Merah Putih” itu, Nadiem secara terang-terangan mengajak driver kompetitor seperti GrabBike dan UberMotor untuk bergabung dengan Go-Jek
Memang banyak juga yang memuji aksi lulusan Harvard Business School dan Brown University ini karena berani menyuarakan nasionalisme. Namun, tidak sedikit pula yang menganggap bahwa cara yang dilakukan Go-Jek tidak etis.
Advertisement
Caplok Startup Asal India
3. Go-Jek Akuisisi Startup India
Menyusul fakta lainnya, Go-Jek belum lama ini sempat dikabarkan mengakuisisi startup kesehatan asal Tanah Hindustan yang bernama Pianta. Sayangnya, tak disebutkan berapa nilai akuisisi tersebut.
Pianta didirikan tahun lalu oleh mantan petinggi Ola and Flipkart, Swaminathan Seetharaman, Ganesh Subramanian, dan Nitin Agarwal.
Sejauh ini, Pianta memfasilitasi janji temu antara konsumen dan penyedia layanan kesehatan yang melakukan kunjungan ke rumah (home visit). Beberapa layanan kesehatan yang dilakukan, yakni terapi fisik, perawatan, serta pengumpulan sampel laboratorium.
Suntikan Dana Fantastis
4. Suntikan Dana Rp 7,2 Triliun
Selain mengakuisisi startup, Go-Jek juga baru-baru ini mengantongi pendanaan dalam jumlah bombastis, sebesar Rp 7,2 triliun.
Tambahan dana baru ini membuat valuasi Go-Jek meroket menjadi US$ 1,3 miliar atau setara Rp 17 triliun. Rencananya, Go-Jek menggunakan dana itu untuk meningkatkan bisnis demi bersaing dengan rival utamanya, yakni Grab dan Uber.
Sebelumnya, The Wall Street Journal melaporkan bahwa Go-Jek tengah dalam pembicaraan KKR dan Warburg Pincus untuk mendapat dana baru senilai US$ 400.
Perlu diketahui, Go-Jek telah mendapat pendanaan dari berbagai investor, seperti Sequoia Capital, DST Global, dan Singapore-based NSI Ventures.
Dengan kesepakatan ini, Go-Jek menjadi salah satu unicorn di Asia Tenggara, menyusul beberapa startup yang valuasinya melampaui US$ 1 miliar, yakni Garena (US$ 3,75 miliar), Grab (berkisar US$ 1,5 billion-1,6 miliar), dan Lazada (US$ 1,5 miliar).
Advertisement
Tarif Naik Turun, Sistem Dianggap Merepotkan
5. Tarif yang Naik Turun
Tarif perjalanan Go-Jek dianggap fluktuatif. Naik turunnya tarif itu menjadi alasan utama mengapa para driver kerap menggelar demonstrasi di kantornya. Pada Agustus 2016 lalu, mereka juga baru melakukan demonstrasi karena penurunan tarif secara sepihak dari pihak Go-Jek.
Kepada Tekno Liputan6.com, salah satu driver mengeluhkan bahwa untuk layanan Go-Food dengan jarak kurang dari 6 kilometer yang biasanya dapat Rp 16 ribu, sekarang cuma dapat Rp 12 ribu. “Memang kecil sih turunnya, cuma kan itu bukan pendapatan bersih. Belum buat biaya parkir, bensin, atau juga biaya pulsa telepon," katanya.
Ia melanjutkan, setelah tarif turun kebanyakan para driver kini menolak pesanan yang dilakukan. "Tarifnya ke sini semakin enggak masuk akal. Apalagi sekarang kita sulit dapat bonus," ia menambahkan. Lantas, bagaimana para driver sulit meraih bonus?
Seperti diungkapkan driver asal Bendungan Hilir ini, pengemudi Go-Jek seharusnya mendapatkan bonus Rp 20 ribu setiap kali mereka telah melakukan order per 10 kali (dihitung per poin). Jika sudah berhasil mendapatkan 10 poin, akan ada bonus sebesar Rp 20 ribu.
"Kalau poinnya sudah 12 dapat Rp 40 ribu. Nah kalau poinnya udah 14 dapat Rp 40 ribu. Nah, totalnya sehari bisa Rp 100 ribu," katanya.
Hambatannya adalah, regulasi terbaru pada aplikasi Go-Jek buat para driver mengharuskan para pengemudi menjaga performa, alias Tingkat Penerimaan Pesanan mereka agar terus berada di atas angka 70 persen.
"Peraturan ini sekarang buat bikin pengemudi biar enggak nakal dan sering nolak pesanan. Kalau kita cancel, performa akan turun. Kalau batalin dua kali kita bakal di-suspend dan enggak bisa narik selama 30 menit," lanjutnya.
(Jek/Ysl)